Dinilai Pilih Kasih, Warga Sulut yang Terlantar di Ternate Sesalkan Sikap Pemerintah

Warga Sulut berada di Kapal menunggu kepastian kebarangkatan

TERNATE - PM.com, Sejumlah penumpang tujuan Manado tertahan di Pelabuhan A.Yani Ternate, dikarenakan tidak diterima oleh pemerintah sendiri di Sulawesi Utara. Sementara Warga Negara Asing (WNA) China diberikan izin untuk pulang.

Rahma, seorang warga Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara (Sulut) mengaku, awalnya mereka diminta melengkapi dokumen atau syarat-syarat agar bisa diberangkatkan pulang ke Pelabuhan Manado. Namun setelah syarat-syarat tersebut mereka urus. Tim Gugus Penanganan Covid-19 Manado justru tidak mengeluarkan rekomendasi penerimaan penumpang. “Ini kan aneh, torang ini kan proyek, memang surat tugas dari PT. Dinamika, dari torang pe kontraktor ini, karena corona ini torang diberhentikan sementara,” katanya.

Menurut dia, sudah dua minggu mereka terlantar di Pelabuhan, baik di Pelabuhan Fery Bastiong maupun di Pelabuhan A. Yani Ternate. Bahkan kapal yang mau mereka tumpangi sudah parkir selama 4 hari menunggu surat rekomendasi dari Gugus Tugas Manado.

Selain sudah melakukan rapid test, syarat-syarat lain seperti sudah sehat dari KKP Kelas III hingga surat perjalanan dari perusahaan juga sudah mereka kantongi. Tetapi mereka belum juga diberangkatkan pulang ke kampung halamanya. 

“Sahbandar Ternate sudah mau melepas kita, tapi belum ada pernyataan bahwa mereka (gugus tugas Manado) akan menerima kita di sana. Sementara kita warga Bolmong, Pemda Bolmong sudah berusaha mau dijemput di sana. Jadi tidak akan dikarantina di Manado, tapi belum juga ada surat resmi dari Gugus Tugas Manado,” katanya.

Senada dengan itu, Akib Rondonuwu, warga Sulawesi Utara juga mengatakan, mereka bingung sebab Menteri Perhubungan sudah memerintahkan agar jalur transportasi dibuka kembali baik Udara, Laut maupun di Darat. “Yang lebih bingung lagi, kita di sini kurang lebih 72 orang di Kapal, sudah mengurus persyaratan yang diisyaratkan di dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Surat Edaran yang ada. Rapid test itu kita bayar 400.000, bahkan ada teman-teman yang ini bayar 650.000, kita masyarakat harus seperti apa,” katanya.

Padahal menurut dia, secara konstitusi mereka punya hak atas pengakuan, jaminan dan kepastian hukum serta diperlakukan sama di depan hukum. Apabila Pemerintah mengambil kebijakan dengan cara saling tolak-menolak seperti itu. Berarti Pemerintah tidak mampu mengurus rakyatnya. 

“Jelas di dalam protap semua, dalam Undang-Undang kami baca, di situ cuman pembatasan, bukan penolakan rakyat, bukan penutupan pintu masuk. Dijaga jaraknya, itu protapnya kita taati semua,” katanya.

Ia merasa heran, sebab terhadap TKA, Pemerintah tidak melarangnya. Justru urusan mereka dipercepat. Sementara rakyatnya sendiri malah diterlantarkan. “Kita bayar pajak, uang semua yang untuk pencegahan Covid itu uang rakyat juga. Saya sangat menyesal dan ini sangat brengsek ini dibuat rakyat begini. Makanya kami berfikir apa rakyat harus memberikan kedaulatanya supaya Pemerintah boleh adil memberikan kebijakan hukum untuk rakyatnya. Atau memang kebijakan untuk dibuka kembali ini untuk meloloskan mereka TKA saja? Terus rakyatnya diterlantarkan seperti ini,” tegasnya. (Cha/red)

Komentar

Loading...