TOBELO-PM.com, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Halmahera Utara (Halut), Kamis (30/06) telah menghentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Penghentian penuntutan itu kepada tersangka kasus penganiayaan Ardi Karatahe. Bertempat Kantor Lapas Kelas IIB Tobelo.
Penghentian penuntutan dipimpin langsung oleh Kepala Kejari Halut Agus Wirawan Eko Saputro, didampingi Kepala Lapas Klas IIB Tobelo. Itu berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejari Halut Untuk Memfasilitasi Proses Perdamaian Nomor: Print-84/Q.2.12/Eoh.2/06/2022 Tanggal 23 Juni 2022 JPU yang Memfasilitasi perdamaian Perkara Penganiayaan dari Kepolisian Sektor Tobelo Selatan diduga melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP untuk dihentikan.
Kepala Kejari Halut Agus Wirawan Eko Saputro mengatakan, penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yang telah disetujui secara Virtual dihadapan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (OHARDA) pada JAMPIDUM Ibu Agnes Triyani.
“Bahwa perkara ini telah dilakukan pelimpahan dari Penyidik Polsek Tobelo Selatan berupa penyerahan Tersangka dan Barang Bukti ke Penuntut Umum Kejari Halut Tahap II pada hari Kamis tanggal 23 Juni 2022,” Ujarnya.
Lanjut ia, untuk kemudian pada hari yang sama dilakukan upaya perdamaian di rumah Restorative Justice yang berada di sasana Kantor Camat Tobelo yang dipimpin oleh Kepala Kejari Halut. Upaya perdamaian berjalan dengan lancar dan penuh sukacita yang turut dihadiri oleh Camat Tobelo Barat, Kapolsek Tobelo Selatan, Tokoh Masyarakat Desa Wangongira dan Keluarga dari Para Tersangka dan Korban.
“Pemberhentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif kembali dilakukan setelah yang sebelumnya behasil dilaksanakan dibulan April 2022 pada Kejari Halut dimana telah memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dimana Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak melebihi dari 5 (lima) tahun dan kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana tidak lebih dari Rp.2.500.000,” ujarnya.
Ia menambahkan, Pimpinan Kejaksaan Negeri Halut berharap dengan keberhasilan ini kedepannya tetap terus diterapkan Restorative Justice ini selama terpenuhinya ketentuan dari PERJA 15 Tahun 2020.
“Menjatuhkan hukuman pidana yang mengedapankan hati nurani dan penyelesaian diluar persidangan sehingga suatu tindak pidana tidak berakhir dalam belenggu jeruji besi untuk menghindari stigma negatif dari masyarakat khususnya pada wilayah hukum Kejari Halut,” Akhirinya.(Mar/red)
Tinggalkan Balasan