GPM ‘BOM’ Waterboom, Ini Kronologisnya

Waterboom Ternate

TERNATE-PM.com, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut) terus didesak untuk memperjelas penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi lahan waterboom pada 2011, yang diduga melibatkan Walikota Ternate Burhan Abdurahman. Desakan tersebut kembali disuarakan oleh puluhan masa aksi mengatasnamakan Dewan Pengurus Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Malut mendatangi kantor Kejati Malut, Jumat pekan kamrin.

Dalam
aksi yang dipimpinan oleh koordinator aksi Yuslan Gani mengatakan, kasus dugaan
korupsi lahan waterboom yang diduga melibatkan orang nomor satu di kota ternate
merugikan kerugian negara mencapai Rp.3,3 miliar seakan hilang tanpa ada alasan
hukum yang jelas.

"Kami
mempertanyakan kepada Kajati Malut, soal kasus waterboom yang sampai saat ini
tidak ada kabar,"tegas Yuslan sambari meneriak apabila tuntutan
tidaklanjuti maka pihaknya tidak akan segan-segan menggalang massa yang besar
untuk menduduki dan memboikot aktivitas kantor Kejati Malut.

Data
yang dikantongi koran ini terkait perjalanan kasud tersebut sampai menyeret
Waliko Ternate Burhan Abdurahman, Kasus pembebasan lahan di Kelurahan Kayu
Merah, yang kini berdiri wahana air Waterboom. Kasus yang diduga merugikan
negara senilai Rp 3,3 miliar itu sempat ditangani Kejati Malut, namun kasus
tersebut seakan hilang begitu saja.

Berdasarkan
amar putusan Kejagung bernomor 147 PK/PID.SUS/2014, disebutkan: terdakwa satu,
Isnain Ibrahim; dan Terdakwa dua, Ade Mustafa bersama-sama Walikota Ternate H.
Burhan Abdurahman melakukan pembayaran ganti rugi lahan PT. Nelayan Bhakti
dalam pengadaaan Tanah untuk kepentingan penempatan mesin PLN  dengan
cara membayar hutang PT. Nelayan Bhakti  tanpa didukung dengan
bukti-bukti kepemilikan yang sah.

Perbuatan
terdakwa  satu, H. Isnain Ibrahim, dan terdakwa dua, Ade
Mustafa  serta Burhan Abdurahman  bersama PT. Nelayan
Bhakti, Johny Hary Soetantyo, telah memperkaya orang lain.

Pasalnya,
di mana Johny Hary Soetantyo selaku penanggungjawab PT. Nelayan Bhakti memiliki
utang sedikitnya Rp.3.212.454.545,00,-, yang pembayaran hutangnya diserahkan ke
KPKNL Jakarta II melalui PT. BRI atas penjualan barang jaminan sebesar
Rp.3.045.454.545,00.
Ditambah nilai Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp.167.000.000,00.

yang
sebenarnya merupakan kewajiban dari Drs. Johny Hary Soetantyo selaku
Penanggungjawab PT. Nelayan Bhakti. Anehnya, utang pemilik PT. Nelayan Bhakti
dilunasi Pemerintah Kota Ternate dibawah kepemimpinan Burhan Abdurahman.

Refrizal SH, M.Hum, turut menikmati uang berkahwaterboom gate. Refrizal
yang Notaris  itu, menerima uang segar senilai Rp.67.000.000,- hasil
pembuatan akta pelepasan fiktif hak No. 39, tertanggal 26 Agustus 2011.

Tak
hanya itu, sebanyak 30 warga masyarakat juga menerima biaya pengosongan lahan
dengan total biaya ganti rugi Rp.76.000.000,- sebagaimana terlampir dalam
putusan PK Mahkamah Agung RI.

Akibat
dari terdakwa satu, H. Isnain Ibrahim, Terdakwa dua, Ade Mustafa, H. Burhan
Abdurahman bersama-sama dengan Drs Johny Hary Soetantyo,  telah
menyebabkan kerugian negara sebesar Rp.3.355.945.545,00 atau setidak-setidaknya
sekitar jumlah itu sebagaiman tertuang dalam LHP BPKP Perwakilan Maluku Utara
dengan No. SR-968/PW33/2012 dengan rincian :  Tanggal 24 Agustus
2011, transfer via BRI pembayaran tanah eks HGB No.1/Kayu Merah pada KPKNL
Jakarta II sebagai pelunasan Pinjaman PT. Nelayan Bhakti sebesar Rp. 3.350.000.000 Tanggal
24 Agustus 2011.

Pembayaran
biaya akta pelepasan hak pada notaris Refrizal, SH. M.Hum sebesar Rp.
67.000.000Tanggal 25 Agustus 2011, Pembayaran pengosongan kepada 10 orang
Penghuni lahan eks HGB No.1/Kayu Merah sebesar Rp. 25.000.000Tanggal 25 Agustus
201, Pembayaran PPh atas  biaya pembebasan untuk lokasi mesin PLN sebesar
Rp. 167.500.000Tanggal 25 Agustus 2011, Dikurangi PNB yang disetor KPKNL
Jakarta II sebesar Rp. 303.545.455 Tanggal 19 Desember 2011.

Pembayaran pengosongan kepada 20 orang penghuni lahan di lokasi PT. Nelayan
Bhakti sebesar Rp. 51.000.000 yang dijumlah sebesar Rp.
3.355.954.545,-Perbuatan mereka, terdakwa satu, H. Isnain Ibrahim, terdakwa
dua, Ade Mustafa, H. Burhan Abdurahman bersama-sama Johny Hary Soetantyo.

Diancam
dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31  Tahun 1999 tentang
pemberantasan Korupsi  sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun
2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pindah korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 ke -1 KUHP.

Dalam
tahun Anggaran 2011,  terdakwa H. Isnain Ibrahim dan terdakwa Ade Mustafa,
melakukan pengelolaan anggaran yang diperuntukkan untuk pengadaan ganti rugi
tanah milik pemerintah  Kota Ternate yang bersumber dari APBD  Kota
Ternate Tahun Anggaran 2011 sebesar 4. 202.500.000,00. yang kemudian mengalami
perubahan anggaran sebagaimana tertuang dalam DPPA tanggal 12 September 2011
dengan anggaran sebesar Rp. 7.202.500,000,00,-, atau terjadi penambahan
anggaran sebesar Rp. 3 Miliar.

Setelah
salinan putusan yang dikeluarkan Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA) RI nomor
147 PK/PID.SUS/2014 dalam menetapkan Isnain Ibrahim dan Ade Mustafa sebagai
tersangka, surat putusan peninjauan kembali (PK), terhadap H. Isnain Ibrahim
kembali dikeluarkan MA untuk menindaklanjuti perkara tersebut.
 
Hal itu diperkuat dengan dikeluarkannya surat putusan PK H. Isnain Ibrahim dan
Ade Mustafa melalui MA dengan nomor 1492/Pan. Pid.Sus/147 PK/Pid.Sus/2014, dan
diterima Pengadilan Negeri (PN) Ternate.

Adapun
surat pengantar yang dikeluarkan PN Ternate bernomor W/28 -
U2/1496/PK/07/VIII/2016 ditujukan langsung ke Kejati Malut. Di dalamnya,
terlampir salinan putusan PK nomor 147 PK/Pid.Sus/2014 atas nama H. Isnain
Ibrahim dan Ade Mustafa sebanyak satu salinan yang dikeluarkan pada Selasa 9
Agustus 2016.

Dari
serangkaian itu, Ketua KPK Alexander Marwata, kepada wartawan di Ternate,
Selasa malam (4/9/2019), mengatakan nantinya Korsup Pencegahan KPK akan
membangun komunikasi dengan pihak kepolisian, dalam memetakan jumlah kasus yang
mangkrak untuk mempercepat proses penanganan.

Sementara,
Koordinator Wilayah IX Korsup Pencegahan KPK Budi Waluyo, mengaku tetap
mendalami kasus tersebut. "Kita akan cari tahu masalah lahan Waterboom
ini. Karena kita belum terima laporan secara resmi," katanya.

Langkah pertama, lanjut Budi, Korsup Pencegahan akan memonitoring dari sisi perdata. Sebab proses pidana masih ditangani Kejati Malut."Pidananya kan sementara berjalan. Tapi kami tetap monitor kasus ini sudah sampai di mana. Kami tetap kawal dari sisi perdata hingga pidana," jelasnya. (red)

Artikel ini sudah diterbitkan di SKH Posko Malut, edisi Senin, 04 November
2019, dengan judul ‘GPM ‘BOM‘ Waterboom’

Komentar

Loading...