Kembali Demo, FPAK Tantang Kejati Panggil Pengusaha Farid Abae

Front Pemuda Anti Korupsi Maluku Utara, Kamis (23/11/2023), kembali berunjuk rasa di depan Kantor Polda dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut.

TERNATE-pm.com, Front Pemuda Anti Korupsi (FPAK) Maluku Utara kembali berunjuk rasa di depan Kantor Polda dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut, Kamis (23/11/2023).

Dalam aksinya, masa mendesak Polda dan Kejati Malut, segera memanggil pengusaha Farid Abae, atas kasus dugaan monopoli proyek di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Halsel.

Sejumlah proyek yang BPBD Halsel yang dikerjakan Farid Abae, diduga bermasalah terutama proses pencairannya. Antara lain proyek pekerjaan normalisasi sungai di Desa Sawadai, normalisasi tebing di Desa Tuwokona, serta proyek pembangunan talud penahan ombak di Desa Posi-Posi dan Gumira.

Koordinator aksi, Ajis Abubakar, dalam orasinya mengatakan, paket proyek yang melekat di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Halmahera Selatan  semuanya dikerjakan oleh Farid Abaed, dengan perusahaan yang berbeda. Total nilai proyek mencapai Rp 50 miliar telah dicairkan 100 persen, meski progres pekerjaan baru mencapai 50 persen.

Ajis menambahkan, dari sekian proyek tersebut tingkat progresnya baru mencapai 50 persen, sementara pencairanya sudah 100 persen. Ini berarti ada dugaan kongkalikong antara Farid Abae dan Kepala BPBD Halsel, Aswin Adam, yang saat ini menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Inspektorat Halsel.

Farid Abae juga yang dikenal diduga melakukan pembongkaran dan penebangan ratusan pohong  mangrove di Desa Indomut, Kabupaten Halsel untuk kepentingan galangan kapal.

“Galangan milik Farid ini diduga illegal karena ada  unsur penyuapan kepada pihak- pihak terkait, guna melancarkan bisnisnya,” ungkapnya.

Menurutnya, larangan pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove itu tertuang dalam pasal 50 Undang-Undang (UU) Kehutanan, dan diatur masalah pidananya pada pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara, dan denda Rp5 miliar.

Larangan pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove itu tertuang dalam pasal 50 Undang-Undang (UU) Kehutanan, dan diatur masalah pidananya pada pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.

Selain melanggar pasal 50 Undang-Undang (UU) Kehutanan, Farid Abae juga diduga melanggar Pasal 98 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Pelanggaran ini sebagai pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk memanggil Farid Abae untuk dimintai keterangan,“ tegasnya.

Komentar

Loading...