TOBELO-PM.com, Pleno penetapan Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara (Halut) terpilih hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dipolemikkan oleh pihak pemohon (Paslon Joel Wogono-Said Bajak) tidak berdasar dan tidak memahami substansi sistem hukum PSU pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, pernyataan anggota Bawslu Halut Iksan Hamiru, dinilai tidak memahami sistem hukum PSU atas putusan MK.
Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (FH UMMU), Dr. Abdul Azis Hakim, SH.MH, menilai bahwa tindakan KPU Halut menggelar pleno penetapan calon terpilih sudah sesuai formulasi hukum sebagaimana substansi putusan MK.
Sebab, ada norma khusus yang diatur dalam tahapan PSU, salah satunya adalah dengan penerbitan jadwal tahapan PSU/PSS.
“Jadi kalau KPU Halut menggelar pleno penetapan pemenang pasca pleno rekapitulasi hasil PSU itu sudah konstitusional, karena dasar hukumnya kuat berdasar putusan MK Nomor 57 pada amar putusan angka 5. Putusan Mahkamah Konstitusi a quo itu sifatnya final jadi jangan lagi ditafsirkan. Kalau kita tafsirkan maka kita dianggap tidak patuh dan tidak melaksanakan putusan MK yang telah final tersebut, dan ini justru merusak sistem demokrasi dan hukum Pilkada kita,” jelas Abdul Azis Hakim, Minggu (02/05/2021).
Abdul Azis yang juga Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara Wilayah Maluku Utara (APHTN/HAN MALUT) menjelaskan, pihak termohon yakni KPU Halut sebagai adresat utama dalam kasus ini wajib melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
“KPU Halut sebagai adresat utama dalam kasus ini wajib menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi, salah satunya dengan menggelar pleno penetapan pemenang calon bupati dan wakil bupati hasil PSU tersebut, karena ini merupakan aturan khusus dalam PSU,” jelasnya.
Ia menyebut, bahwa memang salah satu problem yang dihadapi Mahkamah Konstitusi saat ini adalah persoalan ketidak kepatuhan atas pelaksanaan putusan MK, contohnya yaitu dalam fenomena PSU Halmahera Utara ini.
Kata dia, ada pihak yang terkesan menolak pleno KPU padahal secara tidak sadar memperlihatkan ketidakpatuhan atau penolakan mereka atas putusan Mahkamah Konstitusi.
“Dalam konteks ini menurut saya, justeru kita tidak menghargai MK sebagai lembaga peradilan yang putusannya final. Saya menilai tindakan KPU Halut sebagai adresat utama dalam melakukan pleno penetapan calon terpilih merupakan bukti kepatuhan dan keseriusan mereka untuk menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi,” katanya.
Jadi kesimpulannya, sambung Azis yang juga putera Halut itu, bahwa pleno tersebut merupakan satu cerminan atau bukti kuat atas penghormatan terhadap MK sebagai lembaga peradilan yang putusannya wajib dieksekusi oleh KPU Halut sebagai subjek hukum utama dalam pelaksanaan putusan ini disamping Bawaslu dan pihak Kepolisian sebagaimana amar putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
“Sebab jika tidak, saya menilai KPU Halut tidak profesional dan patut dipertanyakan integritas dalam menjalankan amanat konstitusi,” pungkasnya. (mar/red)