MOROTAI-PM.com, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Morotai, Rabu (18/12/2019), terpaksa menutup paksa lokasi penambangan pasir di ujung Desa Sabala, Kecamatan Morotai Selatan (Morsel). Penutupan pengambilan galian C itu lantaran terkait dengan abrasi pantai serta pengrusakan ekosistem lainnya di lokasi tersebut.
Kepala DLH Morotai, Anwar kepada wartawan mengatakan, aktifitas penambangan ini tetap ditutup karena tidak memiliki ijin dan juga tidak memiliki Analisa Dampak Lingkungan (Amdal). Hal bisa berdampak besar pada abrasi, karena jarak galian itu hanya 2 meter dari jalan, sewaktu-waktu bisa mengancam jalan raya seperti yang telah terjadi di Desa Momijiu.
“Ini tetap di tutup. Jangan sampai terjadi seperti di Desa Momijiu. Dan lokasi penambangan ini sebenarnya kita sudah tutup dari kemarin-kemarin, tapi papan larangan yang kita pasang selalu di buka, dan itu sudah terjadi hampir dua kali,” ungkapnya.
Belakangan terungkap, aktivitas galian ini sudah dilakukan selama lebih 2 tahun, hingga abrasi telah merobohkan beberapa pohon kelapa. “Hari ini tetap harus ditutup, dan tidak lagi diijinkan untuk aktifitas penambangan,” tegas Anwar.
Sementara itu, sebelum petugas Satpol PP dan DLH datang, terdapat sejumlah truk pengangkut material pasir masih beraktifitas bahkan terdapat sejumlah penambang pasir yang masih mengumpulkan pasir di lokasi yang dekat dengan jembatan itu. “Saya disini cuma ba skop saja. Dan tadi baru dua truk yang masuk,” ungkap salah satu penambang kepada wartawan dilokasi penambangan.
Sebelum memasang papan larangan untuk beraktifitas, petugas yang terdiri dari Kadis DLH dan dua Kabid Satpol PP sempat bernegosiasi panjang dengan pemilik lahan yang masih bersikeras agar lokasi tersebut tidak ditutup.
“Begini pak, saya pe anak kecelakaan kemarin jadi kakinya patah, saya lagi butuh uang untuk pengobatan anak saya, kebetulan dia mau di rujuk ke Ternate. Saya sudah tua, saya tidak kuat lagi cari uang, hanya dari sini saya bisa penuhi kebutuhan saya sehari-hari, jadi kalau bisa tolong jangan di tutup,” pinta Mojito Monodok pemilik lahan.
Melalui negosiasi panjang, Kadis DLH Anwar Marasabesi dan petugas Satpol PP memutuskan untuk membawa Mojito agar menyampaikan keluhannya itu secara langsung ke Bupati Benny Laos.
“Kalau begitu bapak ikut kami, biar bapak sampaikan langsung keluhan bapak ini ke pak Bupati, biar ada solusinya. Kalau tidak kami akan di marahi. Yang jelas penambangan seperti ini tidak bisa, 20 tahun kemudian dampaknya sangat besar untuk kerusakan lingkungan,” ucap Anwar. (ota/red)
Tinggalkan Balasan