Sepenggal kertas untuk Lia #(Part1)

ilustrasi kertas

Oleh : Suratman Kayano

Apa kabar
sayang?  Sudah cukup lama kita tak
bertemu. 

Lewat sepenggal kertas ini, ingin kuceritakan banyak hal
setelah kepergianmu. Menceritakan tentang manusia modern yang nalarnya bertumpu
pada pemenuhan hasrat pribadinya.

Sini duduklah!!....disampingku, akan kuceritakan kepadamu,
tentang manusia yang terasingkan dari dunianya, yang gagal dalam menggunakan
akal budinya, untuk menangkap realita sosial. Sebuah realitas sosial yang
menundukan manusia pada hasrat, memiliki, menikmati, menguasai dengan
membungkam suara hati nuraninya, sampai lupa dipenghujung senja, ada nelayan
yang membutuhkan raganya.

Kau juga rindu bukan!!!...melihatku berdiri dibawah teriknya
matahari, dengan bersuara lantang, meneriakan, harapan untuk mereka, yang
menjerit kelaparan karna ruang hidupnya dirampas oleh mereka, yang bersembunyi
dibalik jasnya yang begitu menawan.

Sejak kepergianmu!!!...Semua orang tak lagi, berempati
terhadap sesamanya, bahkan untuk menoleh dan melihatnya saja, mereka seakan tak
lagi berani bahkan semakin terpisahkan. sebab aktivisnya sibuk dengan
masalahnya sendiri, bahkan mereka lebih nyaman jika berpenampilan selayaknya
para artis dilayar kaca.

Kau pasti rindu bukan!!. Melihatku memakai celana robek
dengan kaos oblong hitam, dengan wajah sedikit kusam,beralaskan sendal jepit
yang kotor, berdiri di tegah panggung seadanya, lalu dengan lantang bersuara,
mengkritik para pejabat-pejabat kampus dan intelektualnya, tanpa sedikitpun
merasa bersalah, bebas berekspresi layaknya aktor yang memainkan perannya, bait
demi bait narasi yang kau buatkan tanpa dibungkam.

Apakah kau tau,? kini dunia semakin berkembang, dan semua
orang ingin, menjadi pemenang, berlomba-lomba menyelesaikan studinya, dengan
harapan kelak dipenghunjung studinya, mendapatkan hasil yang memuaskan
setidaknya cumlaude dengan IPK yang memuaskan.

Kau pasti rindu bukan!!!...,melihatku berdebat tanpa takut
dengan para pendidiknya, yang kadang menjengkelkan sebab tak memberi ijin,
mahasiswanya untuk di mobilisasi ketika tiba saatnya aksi demostrasi. Kini
ajakan demostrasi ditengah aktifitas kampus seakan tak berpenghuni,seperti
halnya ruang kosong, sunyi dan senyap.

Akupun rindu sayang..melihatmu begitu giat, memanfatkan
waktu ruang untuk berdiskusi, tanpa rasa takut sedikitpun, melontarkan
ktritikanmu tentang potret pendidikan bangsa ini, sesekali mengasingkan diri
untuk tidak bersentuhan dengan ruang publik, sebab kau menyadari, ruang publik
adalah cikal bakal terjadinya diskriminasi terhadap kaummu.

Bahkan kau tak segan-segan memarahiku, ketika ikut serta
dalam membelanjakan apa saja yang telah di iklankan di Media sosial.

"Katanya anti Kapitalis, anti kemapanan, tapi menjadi
aktivis komsumen para kapitalis" Ucapmu saat itu.

Kini, dunia telah beruba, sejak kehadiran dunia industri,
mahasiswanya tak lagi sama, raganya sebagai mahasiswa tetap ada, namun jiwanya
hilang ditelan waktu, hanya sedikit yang berempati, namun pola gerakannya
berubah mengikuti perkembangan zamannya.

Tapi sudalah sayang...zaman telah berubah, dan pola pikir
manusia pun ikut terjerat mengikuti zamannya, sebab, kita tak punya kuasa untuk
mengembalikan waktu.

[bersambung..]

Komentar

Loading...