Semangat Samad Haris, Petani Kangkung di Gambesi

Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, sebagian masyarakat  yang  berada di Kelurahan Gambesi, Kecamatan Kota Ternate Selatan memilih menjadi petani kangkung. Kangkung bukan hanya menjadi penopang, memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber biaya menyekolahkan anak-anak mereka.

Ternate, Ahmad Gafur

Rabu, (09/10/2019) saya bertandang ke ladang para petani kangkung di Kelurahan Gambesi, Kecamatan Kota Ternate Selatan. Dari kejauhan, terlihat beberapa petani kangkung dengan giatnya melakukan pekerjaan mereka. Dengan lihainya, beberapa petani yang sedang bekerja, menyabet tangkai kangkung yang berjejeran sepajang ladang. Sore itu, waktu sudah menunjukan pukul 16.40 WIT, namun matahari masih tampak jelas, panasnya menembus dengan cekatan, Samad Haris mulai memungut satu persatu tangkai daun pandan yang dipotongnya. Setelah dipotong dan bececeran di tanah, daun pandan disusun rapi, menumpuk, dengan dua buah kayu yang ditancapkan di sisi kiri dan kanan sebagai tiang penyangga. Setelah itu, daun pandan ini di ikat dengan tali.

“Saya so biasa karja bagini,” ucap Samad ketika ditemui Posko Malut di ladang kangkungnya.

Pak Samad, merupakan satu dari sekian puluh warga Kelurahan Gambesi, yang berprofesi sebagai petani kangkung. Di Kelurahan ini, sebagian masyarakatnya memang menggantungkan hidup, membiayai keluarga dari hasil bertani kangkung.

“Torang di sini tarada karja lain, cuma kangkong saja. Kerja lain kerja apa, kalau so ada tampa kangkung tong so bisa hidup. Kalau tinggal disini tarada kangkung, setengah mati”, cerita pria paru bayah ini, sembari tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang masih kokoh.

Ladang Pak Samad, berada tidak jauh dari rumahnya. Jarak ladang dengan rumah hanya berkisar 200 meter lebih. Sejauh mata memandang, hamparan ladang yang luasnya berkisar satu hektar ini, dipenuhi tanaman kangkung, walaupun satu dua sisinya ditanami pandan, namun tetap kangkung yang lebih mendominasi. Kangkung bisa dibilang menjadi sayur primadona masyarakat Ternate, khususnya di Kelurahan Gambesi. Dari bertani kangkung, masyarakat bisa memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Bahkan dari hasil penjualannya, mampu membiayai anak-anak bersekolah.

“Dari bajual kangkung, tong pe anak-anak bisa sekolah dan juga bisa hidupi keluarga,” ucap Pak Samad sambil tangannya mengikat kangkung hasil panen bersama istrinya.

Biasanya para petani kangkung ini, memulai pekerjaan pada pukul 15.00 WIT hingga pukul 18.00 WIT. Dalam sehari, jumlah kangkung yang dipanen bervariasi. Paling sedikit seratus ikat setiap panen, tergantung dari seberapa banyak tenaga yang terlibat. Biasanya Pak Samad di bantu sang istri tercinta dan anak laki-lakinya.“ Kalau mo bapotong kangkung, sering dengan maitua sama tong pe anak laki-laki,” sebutnya.

Kangkung yang di panen ini kemudian di jual kepasar Gamalama dengan harga per dua ikat lima ribu rupiah. Terkadang, kalau ada permintaan dari langganan, pengusaha warung langsung datang memborong. Keuntungan yang diperoleh per hari dari hasil menjual kangkung ini, bisa berkisar tiga ratus ribu sampai empat ratus ribu rupiah.

Pak Samad, bersama Istrinya sudah menekuni pekerjaan sebagai petani kangkung selama kurang lebih 40 tahun. Daerah yang sekarang menjadi lahan kangkungnya ini, dulu merupakan hutan rawa yang dipenuhi pohon sagu (rumbia). Di tahun 1978, di masa Hi. Nen, Kepala Desa Gambesi, pernah terjadi peristiwa kebakaran yang membabat habis pohon sagu ini. Pasca peristiwa kebakaran itu, Pak Samad dan beberapa warga Gambesi berinsiatif dengan meminta izin kepada pemerintah desa setempat, untuk memanfaatkan lahan bekas yang terbakar itu membuka ladang kangkung.

“Asal ngoni mampu saja, kabawa bekeng kobong kangkung,” ujar Pak Samad yang menirukan ucapan Hi. Nen waktu itu. Sejak mendapatkan izin pengelolahan ini, masyarakat Gambesi berduyun-duyun membuka lahan kangkung.

Hebatnya, puluhan tahun menjadi petani kangkung, Pak Samad dan istrinya bisa menyekolahkan ketiga buah hati mereka sampai keperguruan tinggi. “saya pe ana samua so selesai sekolah, yang tua so jadi tenaga guru di Halmahera Barat, yang bungsu sekarang kerja di Morotai, terus yang tinggal deng torang di rumah itu, dia sekarang jadi tukang foto (fotografer),” ujarnya. Betapa sangat bergantungnya sebagian masyarakat Gambesi dari bertani kangkung. “Ladang kangkung ini, bukan cuma jadi sumber penghidupan torang masyarakat Gambesi saat ini, tapi juga untuk anak cucu mereka di hari depan.***