MOROTAI-PM.com, Masyarakat Morotai Jaya (Morja) yang tergabung dalam Forum Penolakan Tambang Pasir Besi (FPTPB) Kecamatan Morja, Selasa (10/03/2020), menggelar unjuk rasa di Desa Sopi, ibu kota kecamatan. Aksi gabungan mahasiswa dan masyarakat itu membawa dua spanduk bertinta merah dan bertuliskan ‘kami tolak tambang pasir besi, tambang bukan solusi dan Pemprov cabut izin ekspoitasi, pemda stop tipu tipu masyarakat lingkar tambang’.

Masayarakat mendesak kepada pemerintah, agar menolak keras kehadiran tambang di Morotai, khusus di Kecamatan Morja.

Koordinator aksi, Ridwan Soplanet dalam orasinya mengatakan, ketika izin tambang diberlakukan Gubernur Provinsi Maluku Utara, sejak tahun 2008-2015 dan 2015-2025, ternyata tidak mempertimbangkan aspek kehidupan masyarakat dan dampak alamnya.

“Mengingat Morotai jaya sangat potensial akan adanya bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, banjir dan lainnya. Hal itu seharusnya cukup menggugah kemanusiaan seseorang ketika membayangkan bisa terjadi, sementara masalah tambang ini sudah pernah ditolak disaat rapat pembahasan amdal dengan menghadirkan elemen terkait dengan pemerintah provinsi,” ungkapnya.

Pada perkembangan ini, Pemerintah daerah dan DPRD hanya menutup mata dan telinga. Bahkan yang lebih mengherankan dan dibilang aneh, ketika riwayat perizinan perusahaan oleh PT. Karunia Arta Kamilin (PT. KAK) diterbitkannya kegiatan usaha produksi oleh Pemprov Malut dengan nomor izin 502/2/DPMPTSP/2019 untuk mengeksploitasi potensi paser besi seluas 2.300 H.

Dari pantai Ngisio sampai Loleo Pangeo yang masa berlakunya tanggal 03 januari 2019 dan berakhir tertanggal 03 januari 2039, tetapi Pemda dan DPRD Morotai diam, tanpa sedikit pun memberikan reaksi dan tanggapan ke Pemprov.

“Bahwa izin tersebut adalah cacat prosedur yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Problem tersebut menimbulkan mosi ketidak percayaan kami terhadap dua lembaga eksekutif dan legislatif di Morotai yang tidak pernah menghargai aspirasi masyarakat lingkar tambang di Kecamatan Morotai Jaya,” kesalnya.

Sementara Fitra Piga, pendemo lainnya  juga menegaskan, masalah yang terkahir tentang pembebasan lahan oleh Pemda Morotai untuk pembangunan  markas Lanal seluas 30 hektar, guna tempat pelatihan dan pendaratan amfibi.

“Pembangunan ini sangat menuaikan keresahan masyarakat Desa Toara dan sekitarnya. Sebab hal tersebut tidak termasuk lokasi perencanaan kawasan strategis dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28G tentang hak kenyamanan dan ketentraman warga Negara. Padahal PP NO 68 thn 2014 menyebutkan, yang namanya tempat latihan adalah bersifat sementara bukan permanen. Oleh sebab itu, kegiatan pembebasan lahan wajib untuk kami tolak. Meminta sikap Camat bersama-sama memperjuangkan masysrakat desa lingkar tambang, mencabut izin,” desak Fitra. (ota/red)