poskomalut, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate, Aslan Hasan menilai kerja sama atau Momerendum of Understanding (MoU) antara Pemda Kota Ternate dan PT Malut Maju Sejahtera (MMS) untuk renovasi serta mengelola Stadion Gelora Kie Raha cacat hukum.

“Karena statutsnya belum clear maka MoU itu dengan sendirinya cacat secara hukum,” jelasnya Aslan kepada poskomalut, Selasa (19/8/2025).

Menurutnya, ketidakjelasan status aset GKR Ternate berpengaruh pada kerja sama pemanfaatannya dengan pihak lain.

Jika statusnya belum clear, Pemkot Ternate secara hukum tidak bisa membangun kerja sama dengan pihak manapun untuk pemanfaatan aset tersebut, karena akan menimbulkan dampak yuridis yang kompleks.

“Jadi menurut saya mestinya ini diselesaikan melalui pembicaraan bersama antara Pekot Ternate dan Pemda Halbar,” terangnya.

Soal status GKR hal yang paling utama dan harus dipastikan yakni sumber asetnya, status penguasaan dan pemilikan sebelumnya serta kepastian tentang peralihan aset tersebut dalam bentuk serah terima.

Ia mengurai semua pihak bisa membangun klaim atas aset dimaksud, tetapi soal ini tidak seperti membagi atau memperebutkan warisan.

Penguasaan badan hukum publik itu tunduk pada kaidah hukum administrasi.

“Dalam konteks yang demikian ihwal kejelasan atas status aset dimaksud harus dipastikan dari sisi administratif,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, renovasi dan pemanfaatan Stadion GKR berdasarkan MoU yang ditandatangani Wali Kota Ternate M. Tauhid Suleman dan PT Malut Maju Sejahtera bernomor: 02/PKS/MMS-KT/X/2023.

Wali kota kemudian menerbitkan surat keterangan alias “Surat Sakti” bernomor: 500.17.3.3/17/2025.

“Surat sakti” ini menerangkan bahwa asset GKR seluas 23.142 m2 yang berlokasi di Kelurahan Stadion, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate merupakan milik pemkot dan tercatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) Pemerintah Kota Ternate

“Surat sakti” ini juga bermasksud memuluskan penerbitan Serifikat Laik Fungsi (SLF) stadion GKR, namun gagal.

Mag Fir
Editor