MOROTAI-PM.com, Pinjaman pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh Pemda Pulau Morotai senilai Rp 200 miliar harus ditolak secara tegas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Morotai. Pasalnya, pinjaman 200 miliar itu bukan untuk pemulihan ekonomi di Morotai melainkan hanya untuk kepentingan proyek. Hal ini bisa dilihat dari item yang diusulkan oleh Pemda Morotai yang tidak sama sekali terkait pemulihan ekonomi.
“Bahwa tidak jelas tujuan dan sasaran pinjaman PEN ini dilakukan, terbukti dari aitem kegitannya sangat tidak menyentuh dengan pemulihan ekonomi, seperti bangun pagar, rumah ibadah, jalan tani, dn pembagunan sekolah paud, tidak menyentuh dgn agenda pemulihan ekonomi, makanya harus ditolak secara tegas baik DPRD maupun masyarakat Morotai,” tegas Sarman Sibua, salah satu akademisi Unipas Morotai kepada media ini.
Selain itu, dana pinjaman Pemda Morotai ke PT SMI untuk melanjutkan proyek multiyears itu sangat tidak masuk diakal. Sebab, anggaran Multi Years itu sudah dianggarkan bahkan telah disahkan melalui Peraturan Daerah.
“Bahwa jika pinjman PEN ini membiayai kegitan multi yeas , yang didalamnya terdapat Majid raya, gedung unipas, dan gedung BUMDES, sangat jelas telah melenceng dari agenda pemulihan ekonomi, dan secara yuridis bertentanga dengan MOU yang telah ditanda tangani bersamaan saat dokumen KUA PPAS THN 2019 dan Perda Multi Yers THN 2019 lalu,” jelasnya.
Menurutnya, Morotai saat ini mengalami defisit 140 miliar, sedangkan DAU morotai terbilang kecil, ditambah lagi dengan PAD yang dirancang berkisar 100 miliar lebih. Sedangkan saat ini baru berkisar 30 miliar, utang lahan dan lainnya juga bermasalah, jika pinjaman itu dipaksakan harus direalisasi maka sudah dipastikan sangat membebani APBD untuk membayar hlutang di pusat.
“Katanya pertahun bayar hutang 30 miliar, selama beberapa tahun, sementara DAU Morotai bayar gaji dan bayar hutang, bagaimana dengan kegiatan lainnya, bisa jadi ada kegiatan yang di pending. Jaminan pinjaman sesuai PP 56THN 2018 tidak sanggup melakukan pengembalian karena DAU , PAD& DBh turun pertahun,” urainya.
Dalam pandanganya, pengajuan pinjaman PEN ini tidak terpenuhi unsur prinsip keterbukaan, kehati-hatian, terkesan sepihak oleh Pemda, sehingga terbukti Pemda tidak mengajukn APBD-P ke DPRD hanya dengan menggunakan PERBUB penjabaran APBD-P. Padahal didalamnya ada kegitan pinjamn PEN, refocussing dan realokasi anggaran Covid yang membutuhkn pembahasan di DPRD agar transparan aitem kegitannya.
“Masa jabatan kepala daerah akan berakhir tahun 2022, sementara pinjaman PEN adalah bersifat jangka panjang yang melebihi masa jabata kepala daerah. Kalau ini dipaksakan juga, maka akan sangat membebani bagi kepala daerah yang akan datang, hanya bayar hutang saja, bisa diduga kedepan kita masyarakat Morotai yang akan sengsara karena perputaran uang tidak berjalan,” tambahnya. (ota/red)
Tinggalkan Balasan