WEDA-PM.com, Sekertaris Partai Golkar Halmahera Tengah, Fahris Abdullah resmi diberhentikan dari jabatannya. Pemberhentian ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dewan Pimpinam Daerah (DPD) Partai Golkar Maluku Utara Nomor : KEP-0067/DPD/Golkar-MU/XIX/2019.
Tentang komposisi dan personalia pengurus antarwaktu dewan pimpinan daerah Partai Golkar Halteng, masa bakti 2016-2021 hasil revitalisasi. Pemberhentian Fahris, sebagai sekertaris DPD II Golkar lantaran ia dinilai tidak patuh terhadap keputusan partai.
Ketua DPD II Golkar Halteng Sakir Ahmad, menegaskan keputusan tentang pemberhentian Fahris Abdullah Cs sudah fainal karena SK DPD I sudah ada.
“Jadi saudara Fahris Abdullah sebagai sekretaris itu sudah tidak masuk lagi dalam pengurus Golkar Halteng, termasuk bendaharanya juga sudah keluar. Kemudian ada salah satu pengurus lagi sudah tidak masuk dalam pengurus,”ucap Sakir, saat diwawancarai kemarin.
Anggota dewan dari dapil II itu mengatakan jabatan Sekertaris DPD II Golkar Halteng digantikan dengan Raden Adam. Dengan begitu kata dia, Fahris, bakal kesulitan ketika berjuang di Jakarta untuk mengubah keputusan DPP tentang pimpinan devenitif. Karena secara devacto Faris Abdullah bukan lagi pengurus Golkar.
“Dengan demikian aturan kita di partai untuk menjadi pimpinan itu harus jadi pengurus Golkar. Kalau tidak pengurus Golkar tidak bisa,”jelasnya.
Sementara itu Fahris Abdullah yang dikonfirmasi mengungkapkan dirinya tidak mempersoalkan rekomendasi dari DPP tentang pimpinan defenitif. Menurutnya, ada beberapa informasi yang berkembang di internal partai yang harus dibicarakan bersama. “Soal pemecatan sebagai sekertaris itu memang kewenangan DPD. Namun, harus berdasarkan mekanisme partai. Soal yang satu ini bahwa munculnya rekomendasi yang ada ini diantara kita tidak ada sekat-sekat. Kita berkeinginan agar kita ini bersama-sama dalam mengawal kebijakan DPP itu, “ungkapnya.
Yang dipersoalkan kata Fahris, adalah pengusulan pimpinan DPRD karena dirinya tidak dilibatkan untuk menandatangi selaku sekertaris. Menurutnya, yang dipersoalkan itu bukan rekomendasi DPP, akan tetapi pengusulan pimpinan DPRD ke DPP karena selaku sekertaris tidak dilibatkan untuk menandatangani segala administrasinya. “Saya sekretaris DPD sebagaimana aturannya adalah rujukan saya UU 23. Kemudian tatib pasal 70 ayat 1 itu tentang usulan DPRD dari partai setempat harus ditandatangani oleh ketua dan sekretaris. Selanjutnya, surat rekomendasi itu tidak masalah buat saya. Usulan itu tidak sesuai lagi dengan mekanisme,”tandasnya.
Fahris berjanji akan menandatangani surat rekomendasi jika diberikan informasi terkait itu. Namun, sampai rekomendasi itu keluar dirinya tidak diberi tahu. “Kalau misalkan saya disampaikan harus menandatangani surat dan rekomendasi dari DPP pasti saya tanda tangan. Atau misalnya setelah rekomendasi turun kita diundang rapat dan sebagainya tapi sampai saat ini kan tidak ada,”pungkasnya. (ies/red)
Tinggalkan Balasan