TERNATE- PM.com, Kota Ternate, Maluku Utara awal pekan
kemarin dihebohkan dengan penangkapan tiga wanita cantik yang berprofesi
sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Tiga wanita cantik itu berinisial
 MT (21), warga Tobelo, AD (17), warga Kelurahan Tabona lingkungan Jan, DS
(24), warga Kelurahan Maliaro lingkungan BTN Simpang Lima. Mereka ditangkap
anggota Satuan Pembinaan Masyarakat (Sat Binmas) Polda Malut yang melakukan
transaksi melalui online dengan para pengguna jasa seks.

Berdasarkan hasil penelusuran Posko Malut, masih banyak lagi wanita-wanita
cantik yang terlibat dalam profesi “kupu-kupu malam” tersebut. Namun, mereka
ini tergabung dalam kelompok high class yang diorganisir oleh mucikari atau
germo. Ada juga yang menolak diatur oleh germo. Artinya, komunikasi transaksi
seks langsung dengan pria hidung belang tanpa perantara.

Tempat melakukan (maaf) hubungan seks pun berkelas. Ada beberapa hotel
berbintang di Kota Ternate yang menjadi pilihan, di antaranya Hotel Grand
Dafam, Boulevard dan Hotel Batik. Pria yang doyan dengan PSK pun beragam, mulai
dari unsur pejabat kantoran, oknum kepolisian, oknum dosen, staf perkantoran,
politisi dan lainnya.

Kepada wartawan Posko Malut, Mawar (bukan nama sebenarnya), mahasiswa di
salah satu kampus  swasta di Kota Ternate menceritakan awal
keterlibatannya dalam dunia esek-esek ini. Bermula, terlibat dalam kegiatan
esek-esek saat masih aktif kuliah di salah satu kampus di Makasar, Sulawesi
Selatan sekitar empat tahun lalu. Alasannya, karena ada kerenggangan dalam
keluarga sekaligus juga masalah keuangan. “Awal masuk kampus tahun 2016.
Ada masalah keuangan dan sebenarnya saya juga tidak menginginkan melakukan
seperti itu. Kondisi keuangan yang medesak membuat wanita kelahiran Bacan ini
iseng-iseng bermain aplikasi BeeTalk. Meskipun niat awal chattingan hanya
sebatas mencari teman, tetapi dirinya juga tidak menyangka akan terlibat di
dunia prostitusi online ini,” cerita Mawar, ketika ditemui Posko Malut, Jumat
(01/11). “Sebelumya pernah melakukan seperti itu di Makassar tahun 2016,
namun tidak terlalu lama. Awal mulanya sama menggunakan aplikasi BeeTalk dan
chattingan sama orang. Awalnya saya takut tapi terbisa juga. Saya main sendiri,
tidak pakai germo,” ceritanya. Meski demikian, perempuan berparas cantik
ini tidak lama bermain aplikasi BeeTalk. Karena berhenti untuk menjajakan diri
ke pria hidung belang, dirinya kembali bermain aplikasi esek-esek ini ketika
mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di salah satu kampus swasta terkemuka di
Kota Ternate, tahun 2018 lalu.  “Saya berhenti lama, hampir satu tahun dan
tidak kepikiran untuk melayani lelaki. Namun setiap orang ada masalah tepatnya
tahun 2018, saya masuk kampus di Ternate, baru saya donwload lagi aplikasi
BeeTalk. Karena pengguna MiChat masih terbatas di Ternate. Namun ada program di
aplikasi BeeTalk yang sudah dihapus, maka saya kembali pakai MiChat, tetapi
waktu itu rata-rata pengguna MiChat orang Cina dan saya berapa kali melayani
mereka,” cerita mahasiswa semester tiga ini.

Sejak 2018 hingga kini perempuan yang kini berusia 20 tahun itu masih
menggunakan aplikasi MiChat untuk bisa bertransaksi dengan pelanggannya. Meski
demikian, tidak semua pria yang berkomunikasi dengannya langsung dilayani
sebagai langkah ikhtiar menghindari penipuan. “Berhari-hari sampai berminggu
baru dilayani, kecuali pria yang sudah menjadi langganannya. Jika ada kesepakatan
langsung menuju hotel sesuai pesanan,” jelas dengan santai. Dia menyebut
beberapa hotel yang sering dijadikan tempat untuk berkencan. Sebut saja Hotel
Boulevard, Hotel Batik, Courner, Grand Daffam, Muara Hotel dan beberapa hotel
berkelas lainnya. “Saya bisa main di Hotel Boulevard, Batik, Courner, Grand
Dafam dan hotel yang berkelas. Batik, Boulevard dan Grand Dafam sering dipesan.
Apalagi saat ada acara hari besar,” sebut Mawar.

Tarif yang dipasang pun bervariasi, mulai dari terkecil Rp 700 ribu sampai dengan
Rp 2 juta rupiah. Untuk sekali kencan atau short time biasanya dipatok angka Rp
500 sampai Rp 700 ribu, bahkan Rp 1.000.000. Sementara untuk Long Time atau
waktu yang lama bisa menembus angka Rp 2 juta. Untuk Mawar, tarif terbesar yang
pernah diterima yakni Rp 2 juta saat acara Haornas di Kota Ternate. “Waktu
kegiatan Haornas itu saya bisa main dengan harga Rp 2 juta. Saat itu main di
Muara Hotel dan juga di Grand Daffam. Mereka yang pesan dan saya siap datang,
itu hanya sekali main. Rata-rata selama Haornas itu pelanggannya dari luar
Maluku Utara,” urainya.

Untuk pria hidung belang lokal dirinya mematok harga Rp 500 ribu sampai Rp
700 ribu. Pria yang menggunakan jasanya dari berbagai latar belakang. Dia
menyebut ada pegawai bank, kepala sekolah, pegawai Kantor Kementrian Agama,
kepala desa,  oknum anggota kepolisian, bahkan juga oknum dosen. Namun,
terbanyak pria yang membutuhkan belaiannya adalah dari anggota kepolisian.
”Pegawai di Kantor Kementerian Agama itu sering dan berulang-ualang kali main
di Corner. Namun yang paling banyak main dengan saya itu oknum anggota polisi.
Mereka (anggota polisi) jamin torang tara akan dapa tangka,” tandasnya.

Ketika ditanya bagimana dirinya mengetahui identitas setiap pelanggannya,
Mawar menjelaskan, ia membutuhkan waktu beberapa hari untuk menjalin komunikasi
sebelum menerima kencan bersama pelanggannya. “Kalau dorang chat mau main, saya
tara langsung terima. Saya chatingan dulu sampai satu minggu dan so memastikan
kalau dorang bukan penipu baru saya terima,” jelasnya. Saya pernah dapa razia,
tapi bebas. Karena yang terlibat di sini juga polisi banyak, sehingga torang
lebih rasa aman kalau ada razia bagitu. Palingan kalau dapa tangkap langsung
dong yang urus, jadi tara ada yang ditakutkan. Kami hanya takut ketahuan oleh
keluarga saja, kalau dapa tangkap deng polisi itu kami tara takut, yang ada
polisi juga mau kong. Rata-rata pelanggan saya semuanya polisi. Dan saya juga
pernah bilang takut buat ketemu dengan dorang. Iya tahu mereka polisi karena
ketemu kan bukan cuman satu kali. Biasanya kami sudah lama chatting dan dari
situ bisa ketahuan kalau dorang serius atau cuman sekadar modus penipuan,”
tandasnya.

Ia mengakui bisnis esek yang dijalaninya tidak dilokoni setiap saat, hanya
di saat tertentu saja. Yang paling banyak dilakukannya di saat pembayaran uang
semester. “Kalau lagi butuh uang, apalagi saat pembayaran uang semester atau
uang kos pasti saya terima pesanana. Tapi kalau belum ada kebutuhan yang
mendesak biasanya satu bulan satu kali atau tiga kali,” ucapnya.

Ditanyai apakah tidak pernah takut jika pelanggannya mengadukan ke kampus,
wanita cantik ini dengan tegas mengaku tidak takut karena dirinya juga
mengetahui identitas setiap pelanggannya. “Mereka juga tahu status saya sebagai
mahasiswa dan tidak pernah ancam buat mau lapor atau apa gitu, karena saya kan
juga tahu dorang pe identitas,” akhirnya.

Lain halnya dengan PSK di bawah mucikari Susi ini. Mereka yang tergabung
dalam mucikari Susi ini menamakan diri Kelompok Cadar Hitam (KCH).
Masing-masing AN dari Kota Surabaya, BT dari Kota Bandung, IK dari Kota Ternate
dan EB dari Kota Lombok serta RI dari Kota Manado. Mereka ini rata-rata adalah
mahasiswa yang tersebar di beberapa perguruan tinggi di Kota Ternate. “Kami
selalu dikontrol salah satu oknum kepolisian yang memiliki skill di bidang
aplikasi tersebut sehingga aktivitas kami juga dikontrol setiap hari.
“Saya pribadi tidak merasa tertekan dan tidak malu bekerja sebagai
pelayan jasa, karena saya sudah tidak punya keluarga. Yang membuat
teman-teman saya tertekan dan takut karena mereka selalu diancam mami Susi
bahwa anak-anaku kalau kalian tidak kerja mami akan bongkar semua kejelekan
kalian dikeluarga kalian, ancaman itu yang membuat teman saya takut dan harus
kerja meskipun mereka sudah tidak sanggup,” kata salah satu PSK yang
ditemui.

Menurutnya, saat ini dirinya sudah tidak peduli dengan ancaman mami Susi,
karena sudah terbiasa diancam juga oknum polisi yang selalu mengontrol.
“Anehnya polisi tersebut sampai saat ini kita semua tidak mengetahui dari
Polres ataukah Polda. Karena oknum polisi itu kalau ketemu sama mami selalu di
Hotel Grand Dafam. Setelah kami bertanya-tanya ke mami Susi kata mami dia
polisi tugasnya memantau kalian,” jelasnya.
Saya sering melayani dalam satu malam 3-4 pelanggan dan setiap bulan, saya
digaji sama mami senilai Rp 3 juta. Berbeda dengan teman-teman lain, karena
saya adalah pelanggan favorit pejabat-pejabat, dan yang paling sering saya
bermain dengan orang-orang perkantoran,” ujarnya.

Dia mengaku sempat mendengar polisi itu menyampaikan kepada mami kalau dirinya
tertangkap atasan, semua PSK menjadi jaminannya. “Dari kata-kata oknum polisi
itu saya jadi tertekan dan jujur saja saya sudah siapkan barang-barang saya
buat kabur dari Kota Ternate mau menghilang. Saya tidak mau lagi terlibat
karena serba terancam. Kemana-mana saja bakal saya kabur asalkan tidak
terlibat, meskipun saya korbankan kuliah. Semakin lama saya kerja di KCH
semakin disoroti sama langganan para pejabat. Intinya saya bakal kabur dari
Ternate,” tutupnya. (tim-pm)

Artikel ini sudah diterbitkan di SKH Posko Malut, edisi Selasa, 05
November 2019, dengan judul’ Oknum Polisi  Dominasi Jasa PSK’