Dr King Faisal Sulaiman Pengajar Hukum Tata Negara UMY Direktur Legal Empowerment and Democracy (LEAD) Indonesia
Bulan ini, kembali kita memperingati hari Kartini. Nilai emansipasi Kartini tetap hidup di zaman now. Pengorbanan tenaga medis wanita melawan wabah corona, adalah bentuk metamorfosa dari spirit Kartini. Masih segar dalam ingatan kita, akan kasus kematian Nuriah Kurniasih-38 tahun. Perawat RS Kariadi-Semarang yang wafat pada 9 April 2020. Srikandi Covid-19 itu telah tiada. Pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Hingga saat ini, sudah sepuluh lebih tenaga medis yang terpapar Covid. Diprediksi ahli, puncak pandemi corona di Indonesia akan berakhir pada Mei-Juni 2020. Namun tidak seorangpun yang bisa memastikan kapan wabah mematikan itu, akan musnah dari muka bumi. Data WHO belum menunjukkan trend, akan berakhirnya corona. Upadate data versi Satgas-Nasional, terjadi trend kenaikan angka ODP dan PDP dan pasien yang meninggal. Yang terpapar sudah menembus angka 5000 jiwa, dan yang meninggal sudah melebihi 500 jiwa.
Nuriah, tidak sekedar simbol atau martir bagi srikandi-srikandi Covid-19. Lebih dari itu, dia telah mewakili transformasi jiwa patriotisme dan spirit Kartini-kartini masa kini, yang begitu peka dan peduli terhadap nilai kemanusiaan. Nuriah bertaruh nyawa. Meninggalkan kepedihan yang begitu mendalam bagi keluarga tercinta. Juga menjadi duka bangsa. Ironisnya, ikhtiar tanpa-pamrih dan penuh dedikasi berakhir antiklimaks. Tidak se-anggun dengan nilai kemanusiaan yang diperlihatkan warga tempat tinggalnya, yang menolak jenazahnya dimakamkan di kampung halamanya. Sungguh tragis. Reaksi masyarakat bak “air susu dibalas dengan air tuba”. Ini menunjukkan ada gejala “social disorder”. Dan mungkin “moral hazard”, sebagai bentuk kepanikan warga dalam menghadapi wabah corona. Karenanya, edukasi dampak Covid-19 adalah hal yang amat penting di kalangan awam. Fenomena ini juga mengindikasikan, terbelahnya rasa solidaritas kemanusiaan di antara kita. Terjadi “devided- solidarity”, yang mesti segera dipulihkan.
Cara kita menghormati perjuangan para srikandi tenaga medis Covid adalah dengan tunduk dan taat instruksi serta kebijakan pemerintah. Seperti PSBB-lockdown, social distancing dan phisical distancing. Kita juga patut mengapreasi program kartu pra-kerja, dan tanggungan biaya perawatan pasien Covid di seluruh rumah sakit. Kebijakan stimulus APBN lewat Perpu No: 1/2020 akan menjadi sia-sia jika warga tidak disiplin dan tidak taat aturan. Yang diperlukan adalah sinergi bersama seluruh komponen bangsa. Antara swasata, pemerintah pusat-daerah dan masyarakat, harus gotong royong-bahu membahu melawan corona. Selain alokasi APBD, APB-Desa dan sejumlah donasi sosial untuk Covid. Percepatan progam jaring pengaman sosial (JPS) bagi ekonomi masyarakat terdampak harus mendapat prioritas.
Pembentukan Gugus tugas percepatan penangan Covid-19 tidak boleh berhenti di tingkat provinsi atau kabupaten/kota dan sebatas inisiatif-bentukan pemerintah. Pemerintah perlu mendorong pihak swasta dan ormas/paguyuban se-Malut untuk ikut ambil bagian. Oleh karena itu, kebijakan Satgas Covid harus berbasis bottom-up dari warga, dengan sinkronisasi porgram yang terukur dan tidak saling tumpang tindih. Masyarakat perlu dibekali pelatihan penggunaan APD yang tepat. Seluruh kabupaten/kota bersinergi untuk segera membuat desa/kampung Siaga Covid-19, sebagia garda terdepan dalam penanggulangan covid di tingkat masyarakat.
Dalam perang melawan Corona, resiko terbesar adalah tenaga medis. Mereka berada di lini depan. Melakukan kontak langsung dengan para pasien dengan segala resiko. Karenanya, negara wajib menjamin ketersediaan masker, sanitizer dan APD disertai pelatihan manejemen resiko. Tidak hanya besaran insentif yang diberikan. Perlu adanya jaminan menyeluruh bagi keluarga tenaga medis seperti asuransi dan beasiswa studi bagi anak-anaknya. Peringatan hari Kartini tahun ini harus menjadi pelecut semangat kebangkitan kita melawan wabah Covid-19, sekaligus meningkatkan human solidarity. Memutus mata rantai penyebaran wabah corona, bukan hanya tanggung jawab para srikandi-tenaga medis dan pemerintah. Marilah kita wujud-nyatakan dukungan kepada pengorbanan tenaga medis dengan mematuhi anjuran berdiam diri, atau mengisolasi diri di rumah dan mengindari keramaian. Wabah corona membawa dampak sosial-kemanusiaan dan ekonomi yang rumit. Bukan hanya soal kematian, namun menyisakkan problem sosial-kebangsaan yang amat kompleks.**
Tinggalkan Balasan