Kata-Kata “Aneh” Dalam Pidato/Ceramah

Gufran

Pada kegiatan-kegiatan resmi dan formal, baik yang dilakukan oleh pemerintah, berbagai organisasi, maupun kegiatan keagamaan, nuansa formal tidak hanya dari peserta, pakaian, tata ruangan, susunan acara, tetapi juga bahasa yang digunakan dalam acara. Bahasa yang digunakan tidak hanya baku dan resmi, tetapi juga kaku dan salah, atau tidak tepat.

Begitu masuk di pintu gerbang gedung/kantor atau halaman hotel tempat acara, peserta disambut dengan spanduk selamat datang yang biasanya dibuat menyolok dan dipasang di tempat strategis agar mudah dilihat. Keberadaan spanduk adalah hal biasa, yang juga berfungsi memastikan kepada peserta bahwa tempat yang didatangi tidak salah.

Yang tidak biasa dan aneh adalah pemasangan foto pejabat pada spanduk, seperti foto gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan sebagainya. Foto pejabat juga dipasang pada spanduk di dalam ruangan, padahal spanduk tersebut adalah informasi atau pemberitahuan tentang kegiatan yang berlangsung atau penyampaian pesan dan tema kegiatan. Foto pejabat hanya untuk kampanye atau untuk memenuhi ruang kosong pada spanduk.

Basa-Basi, Berlebihan
Pada acara resmi, pembawa acara, pemandu acara, atau master of ceremony (MC), menggunakan kata atau istilah yang maksudnya untuk menghargai dan menghormati pejabat atau tokoh tertentu, tetapi kemudian terkesan basa-basi dan berlebihan. Istilah-istilah yang paling umum diucapkan seperti, yang kami hormati, kami muliakan, dan kami banggakan, atau yang terhormat atau yang mulia.

Kata-kata tersebut indah didengar, tapi itu diucapkan terus-menerus oleh MC, panitia, dan setiap orang berpidato, sehingga dalam sebuah acara resmi terkesan sebagai latihan mengucapkan kata-kata mulia tersebut. Padahal orang-orang yang terhormat dan dihormati itu memang sudah berada di posisi terhormat karena jabatannya, posisi tempat duduknya, dan pelayanan yang diberikan kepadanya.

Ada juga basa-basi dari MC atau biasanya panitia dalam memberi laporan, prakata, atau sambutan, yakni mengenai ketidakhadiran pejabat tertentu. MC atau panitia bisa menyampaikan bahwa, pejabat yang bersangkutan tidak bisa hadir karena sakit, sedang perjalanan dinas, atau ada kegiatan lain (disebutkan), sehingga digantikan oleh pejabat yang lain. Tetapi yang terjadi adalah, MC atau panitia akan menyampaikan “pejabat ini tidak bisa hadir bersama kita, padahal beliau sangat ingin hadir hari ini, hal ini terjadi karena ada acara lain yang tidak bisa ditinggalkan oleh yang bersangkutan, semoga di waktu dan kesempatan yang lain, beliau menyempatkan diri untuk bersama kita”. Kalimat ini basa-basi, sangat panjang, dan tidak penting. Bisa saja pejabat bersangkutan tidak hadir karena menganggap acara tersebut tidak penting.

Kata yang Tidak Tepat
Pada setiap pembukaan acara, MC, atau setiap orang yang berpidato atau berceramah menggunakan kalimat: “puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah swt,” atau “puji syukur marilah kita sampaikan kepada Allah swt”. Kata “marilah” dan “panjatkan” tidak tepat dan terdengar aneh.

Kata “marilah” berarti mengajak orang-orang untuk berkumpul, padahal nyatanya orang-orang atau peserta sudah berkumpul. Sedangkan kata “panjatkan” dari kata “panjat” yang berarti kita bersama-bersama memanjat (ke atas) untuk menyampaikan puji syukur. Jadi puji syukur itu seperti barang yang harus di bawa ke atas dengan cara memanjat atau dipanjatkan ke atas. Padahal cukup menggunakan kalimat seperti ini: “puji syukur kepada Allah swt”. Kata “sampaikan” berasal dari kata “sampai” yang berati mencapai, datang, atau tiba, yang bila digunakan seakan-akan Allah swt sangat jauh, padahal Allah swt sangat dekat. Namun, kata “sampaikan” lebih halus dari pada kata “panjatkan”.

Kalimat lain yang juga sering digunakan, misalnya “sholawat serta salam kita kirimkan kepada junjungan kita Rasulullah saw”. Seakan-akan Rasulullah itu berada di suatu tempat atau sedang berpergian sehingga sholawat serta salam harus dikirimkan. Padahal cukup dengan mengatakan “sholawat dan salam kepada junjungan kita Rasulullah saw.

Atau kalimat berikut “marilah kita kirimkan doa kepada pada pahlawan yang telah gugur”. Padahal kalimat yang tepat adalah “marilah kita mendoakan para pahlawan,...” atau “marilah kita berdoa memohon kepada Allah agar pahlawan....”

Istilah “panjatkan”, “sampaikan” dan “kirimkan” di dalam pidato dan ceramah adalah bahasa metafor dan kiasan, namun bukan bahasa agama. Banyak sekali bahasa agama, terutama bahasa kitab suci yang menggunakan bahasa kiasan atau simbolik, yang kemudian para sufi dan sastrawan juga menggunakan bahasa sastra untuk menggambarkan Tuhan maupun dalam memuji dan memohon kepada-Nya.

Minta Maaf
Pada setiap acara resmi, MC atau juga moderator (diskusi atau seminar) biasa menyebut penceramah atau narasumber telah berada di tengah-tengah kita. Kata “di tengah-tengah” atau “di antara” tidak tepat, karena kenyataannya penceramah atau narasumber berada di tempat duduk yang paling depan atau berada di depan di hadapan peserta. Kata “di antara” berarti ada ruang, ada jarak antara satu dengan yang lainnya. Kata-kata yang tepat adalah “bersama” atau “hadir” sehingga cukup disebutkan, penceramah telah bersama kita atau telah hadir di ruangan ini.

MC atau moderator juga biasa menyebut “kepada bapak/ibu waktu dan tempat dipersilakan”, seakan-akan orang yang dipersilakan ini belum mempunyai waktu dan belum mempunyai tempat. Padahal cukup disebut, “kepada bapak/ibu dipersilakan”

Biasanya juga terdengar permintaan maaf yang berulang-ulang, kalau tidak dikatakan berlebihan, dengan menggunakan kata-kata yang terkesan aneh. Misalnya, MC atau panitia menyatakan: “sebagai manusia yang lemah dan tak berdaya”. Padahal cukup menyatakan “sebagai panitia”, “sebagai pelaksana/penyelenggara kegiatan” atau “sebagai hamba Tuhan”, ini bahasa yang menunjukkan kerendahan hati, bukan sebagai orang sakit atau tidak berdaya.

“Kami mohon maaf sebesar-besarnya jika selama acara terdapat kesalahan, kekurangan, dan kekeliruan, baik disengaja maupun tidak disengaja.” Ini meminta maaf atau menyampaikan bahwa acara ini banyak sekali kesalahan, apalagi menyatakan baik disengaja maupun tidak disengaja. Artinya ada kesalahan yang memang disengaja. Padahal cukup menyampaikan, kami mohon maaf jika ada kesalahan. Semua orang pasti mengerti, karena salah lebih tinggi dari keliru dan kurang.[]

Komentar

Loading...