Oleh: Hendra Karianga

Pertambangan dan lingkungan hidup bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain. Ketika eksplotasi tambang dilakukan selalu bersinggungan dengan lingkunan, baik lingkungan hidup maupun lingkungan sosial. Dengan kata lain ketika bumi pertambangan dirombak maka lingkungan juga ikut dirombak. Persoalannya adalah bagaimana pengelolan lingkungan itu dilakukan sehingga eksploitasi tambang (perombakan bumi), lingkungan tetap terjaga, terpelihara dan tidak ikut rusak.

Fakta membuktikan perusahaan yang mengelola tambang pasti salah satu sarat yang diikutsertakan untuk pengurusan IUP (izin Usaha Pertambangan) maupun KK (Kontak Karya ) adalah dokumen Amdal yang menggambarkan tata cara pengelolaan lingkungan wajib dilakukan. Akan tetapi banyak juga perusahaan yang menyalahgunakan document Amdal, atau Amdal yang disusun dengan merusak lingkungan sehingga menyimpang dari asepk pengelolaan lingkungan sebagai sarat utama terabaikan.

KTT Bumi yang diselenggaran oleh PBB Tahun 1994 di Rio de Jenerio yang dihadieri oleh 172 negara termasuk Indonesia, menghasilkan rekomendasi di antaranya menyetujui konsep Green Economy (ekonomi hijau atau ekonomi ramah lingkungan) sebagai solusi pembangunan berkelanjutan dan penurunan angka kemiskinan, mengingatkan kita semua adanya bahaya yang menghadang di depan jika perombakan bumi dilakukan tanpa mengabaikan pengelolan lingkungan yang baik sesuai tatanan keadaban bumi sebagai ciptaan Tiuhan.

Rekomendasi KTT Bumi di Rio de Jenerio tersebut telah meletakkan dasar bagi negara-negara di dunia, termasuk Indonesia untuk mengelola lingkungan dengan baik, menjaga kelestariannya sehingga aspek pembangunan ekonomi berkelanjutan terjaga dan terkelola dengan baik.

Bumi adalah ciptaan Tuhan, diperuntuhkan untuk kehidupan umat manusia, merusak bumi sama dengan merusak ciptaan Tuhan. Karena bumi yang rusak berdampak pada keberlanjutan kehidupan umat manusia. Sadar ataukah tidak eksploitasi kekayaan alam Indonesia termasuk pertambangan, (merombak bumi) kandungannya suatu waktu akan habis, sementara pertambahan penduduk terus bertambah- kebutuhan lingkungan juga bertambah.

Jika pertumbuhan penduduk dunia tidak diikutsertakan dengan ketersedian lingkungan, dipastikan akan menimbulkan krisis ekonomi global, dimana bumi tidak dapat menampung permintaan manuisa akan sandang dan pangan. Ketika itu ruang bumi sudah di ambang kehancuran, tata ruang sudah semraut dan tidak tertata dengan baik.

Kerusakan lingkungan hidup dan lingkungan sosial adalah potret bagaimana perombakan bumi dilakukan dengan cara pengrusakan bumi. Rekomendasi KTT Bumi di Rio de Jenerio tersebut telah meletakkan dasar bagi negara-negara di dunia termasuk Indonesia untuk mengelola lingkungan dengan baik, menjaga kelestarianya sehingga aspek pembangunan ekonomi berkelanjutan terjaga dan terkelola dengan baik. Bumi adalah ciptaan Tuhan, diperuntuhkan untuk kehidupan umat manusia, merombak bumi dengan merusaknya sama dengan merusak ciptaan Tuhan.

Karena bumi yang rusak berdampak pada keberlanjutan kehidupan umat manusia. Sadar ataukah tidak eksploitasi kekayaan alam Indonesia termasuk pertambangan, suatu waktu akan habis karena sumber daya alam pertambangan sifatnya tidak terbarukan, semakin luas eksploitasi semakin luas juga jangkauan kerusakan lingkungan sosial.

Ada begitu banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan liungkungan hidup dan lingkungan sosial terabaikan dan tidak dilaksanakan di antaranya UU No.32Thn.2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, Jo PP No.22 Tahun 2021Tentang penyelengaraan perlindungan dan Pengelolaan Hidup Jo PP No.21 Tahun 2021 Tentang Penataan ruang, dan masih banyak aturan perundang-undangan yang tersirat pada asepek pengeloloaan pertambangan dan kehutanan.

Dampak yang ditimbulkan adalah rusaknya liungkungan, danau dan air laut yang tercemar, banjir bandang yang menenggelamkam perkampungan, runtuhnya infrastruktur jalan dan jembatan, ribuan warga kehilangan tempat tinggal, dan potret lingkungan sosial yang hancur, semuanya terjadi pertanda rusaknya telah terjadi keruskan lingkungan. Rusaknya lingkungan bererti rusaknya bumi.

Di Indonesia khusus Maluku Utara, banyak perusahaan pertambangan yang saat ini melakukan eksploitasi besar-besaran. Menggali, mengambil hasil bumi pertambangan, (nikel dan emas) untuk diolah dan dijual. Thema yang diangkat adalah hilirisasi-sebut saja beberapa perusahaan seperti PT. Harita Nikel Group di Halmahera Selatan, PT.Weda By Nickel, PT.Tekindo Energi di Halmahera Tengah dan Timur dan PT. Nusa Halmahera Mineral (NHM) di Halmahera Utara.

Keberadaan perusahaan pertambangan tersebut tidak saja berdampak pada pembangunan ekonomi saja, akan tetapi juga berdampak pada pengelolaan lingkungan hidup maupun lingkungan sosial. Hirilisasi adalah kemandirian Indonesia untuk mengelola pertambangan, endingnya adalah kesejahteran dan terkelola lingkungan dengan baik. Hilirisasi dengan merusak bumi adalah tindakan kebiadaban yang tidak bisa ditolelir.

PT. NHM DAN KETERSEDIAN LINGKUNGAN

Salah satu perusahan pertambangan di Indonesia yang consent dengan lingkungan hidup dan lingkungan sosial adalah PT. Nusa Halmahera Mineral (NHM). Sejak Tahun m1997 mengeksplotasi tambang emas di Bumi Halmahera Provinsi Maluku Utara, dengan legalitas hukum kontrak Karya (KK).

Tahun 2011 penulis bersempatan melakukan kunjungan kerja (DPRD Provinsi Maluku Utara), mengelilingi tambang terbuka Gosowong (open pit) selama 30 menit dengan menumpangi heli yang disediakan oleh management NHM, dan melihat seluruh lereng dan gunung yang digali telah tertutup kembali menjadi hijau. Tidak ada lagi gunung, lerang, dan bukit berlobang dan tandus, semua telah hijau seperti sedia kala. Danau dan laut di sekitar PT.NHM juga tidak tercemar, itu fakta yang tidak terbantahkan.

NHM consent dengan lingkungan-artinya eksploitasi tambang dengan tidak merusak lingkungan. Apa yang dilakukan oleh PT.NHM adalah potret masa kini lingkungan pertambangan terkelola dengan baik, perut bumi digali dan dirombak lingkungan tidak ikut dirusak sehingga ada keberlangsugan ekosisitem kehidupan antara alam dengan manusia. Ini yang harus diwujudkan sebagai consensus bersama mewujudkan tata kelola pertambangan yang baik untuk kehidupan mansia.

Selaian NHM telah melaksanakan kewajiban menjaga dan mengelola lingkungan pertambangan dengan baik, terpulih kembali fungsi lingkungan di areal pertambangan, NHM juga consent melakukan pembangunan lingkungan sosial di desa-desa lingkar tambang, membangun infra struktur pendididkan, kesehatan, pelatihan UKM, pembangunan rumah ibadah dan prasarana lainnya.

CEO H. Robert Nitiyudo Wachjo dengan moto tambang untuk rakyat terus memperluas usahanya dengan melaksanakan kewajibannya. Terakhir membangun kerjasama dengan Universitas Khairun Ternate dalam upaya bersama untuk meningkatkan kualitas SDM mewujudkan generasi cerdas Maluku Utara, dan ikut memberi kontribusi bersama-sama pemerintah daerah menanggulangi bencana alam seperti bantuan sosial kepada pengungsi dampak meletusnya gunung berapi, dan yang monometal adalah bantuan sosial penanganan covid.19.

Itu berarti PT.NHM telah memenuhi kewajiban sosial dan lingkungan dengan baik, melaksankan perintah UU dan memperhatikan rekomendasi KTT Bumi Rio de Jenerio 1994 tentang Green Economy (ekonomi hijau).**