Pentingnya Perlindungan Hak-Hak Buruh Perempuan di Industri Halmahera Tengah

Siti At

Oleh : Siti AT

PT. IWIP merupakan perusahaan multinasional pada sektor tambang di weda, kab.Halmahera Tengah yang memulai konstruksi pada tahun 2018, dan berencana akan dioperasikan pada tahun 2020. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), PT.IWIP dimasukkan sebagai salah satu nominasi dari 19 industri oleh kementerian perindustrian Republik Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencapai target pengoperasian sesuai planning yang ditentukan, maka manajemen PT.IWIP melakukan perekrutan pekerja secara massal. Hingga saat ini pekerja yang telah terdata sebanyak kurang lebih 7.000 dan akan ditargetkan mencapai 35.000 pekerja atau buruh.

Dengan jumlah buruh yang begitu besar, dan sebagian adalah buruh perempuan yang mendominasi pada divisi ferronickel control room, maka tidak menutup kemungkinan adanya pengabaian pada hak-hak perempuan.

Pekerjaan yang normalnya berlangsung selama 8 jam, dan 12 jam bagi mereka yang mengambil overtime, sangat berpengaruh pada kesehatan reproduksi perempuan. Contoh kecilnya adalah asupan gizi selama menstruasi, belum lagi jika ada buruh yang hamil. Seketika muncul keraguan untuk tetap bekerja atau memilih berhenti karena belum adanya peraturan yang mengaturnya.

Penulis pernah melakukan wawancara langsung dengan beberapa buruh perempuan di PT. IWIP, mereka menjelaskan bahwa sampai saat ini perusahaan belum menyediakan fasilitas khusus perempuan seperti toilet,musholah,ruang laktadi bagi ibu menyusui, dan ruang penitipan anak. Ini sangat berpengaruh pada kinerja buruh itu sendiri dan juga psikologi mereka. Contoh kecilnya adalah rasa cemas yang berlebihan ketika mereka ingin ke toilet atau kamar mandi yang tergabung dengan toilet buruh laki-laki dan parahnya lagi toilet tersebut belum memadai dan jaraknya yang begitu jauh, sehingga mereka lebih memilih untuk menahan BAK atau BAB sampai waktu istirahat. Seperti yang diketahui, jika hal ini dibiarkan selama jangka waktu yang lama maka akan berdampak pada terganggunya fungsi organ pencernaan dan reproduksi. Akibatnya muncullah berbagai macam penyakit salah satunya batu ginjal.

Hal ini menjadi kekhawatiran bagi pemerhati kaum perempuan dan aktivis perempuan, sehingga menuntut segera direalisasikan perjanjian kerja bersama yang fokus pada hal tersebut. Dilatar belakangi penemuan diatas maka SPSI mendorong kepada pihak manajemen PT.IWIP untuk membuat peraturan perlindungan hak buruh perempuan.

Usaha untuk menciptakan hubungan industrial yang sesuai dan dinamis antara PT.IWIP dan para buruh tambang, menjelaskan hak-hak antara pengusaha dan para buruh, maka serikat pekerja dalam hal ini PC SPKEP SPSI Kab.Halmahera Tengah dan PUK SPKEP SPSI PT IWIP mengajukan draft Perjanjian Kerja Bersama (PKB) kepada pihak manajemen PT.IWIP.
PKB tersebut dimaksudkan untuk menjadi panduan bagi para buruh.

Berkaitan dengan aturan-aturan yang dicantumkan pada setiap pasalnya, ada point yang menjadi isu penting dan sorotan bersama yaitu mengenai perlindungan maternitas dan hak-hak reproduksi perempuan. Diantaranya adalah pemenuhan hak cuti haid,cuti melahirkan,serta fasilitas laktasi dan tempat penitipan anak. Sesuai dengan keluhan dan tuntutan hak kaum buruh perempuan itu sendiri.

Pasal perlindungan hak perempuan tersebut merujuk pada konvensi ILO No.183,Undang-undang No.12 tahun 1948 tentang cuti haid,Undang-undang no.1 tahun 1948, Undang-undang no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Undang-undang no.39 tahun 1999 pasal 49 ayat 2,Undang-undang no.13 tahun 2003 pasal 83,Undang-undang no.36 tahun 2009 pasal 128,pasal 129,pasal 200,pasal 201 tentang ibu yang menyusui,peraturan pemerintah no.33 tahun 2012 pasal 2, pasal 30 dan juga beberapa sumber hukum lainnya.

Tujuan pembentukan pasal tersebut untuk menempatkan pemerintah,organisasi pengusaha,dan serikat buruh pada kedudukan yang setara dalam pengambilan kebijakan, demi memenuhi hak-hak buruh perempuan agar tidak abai dan dapat dilaksanakan secara maksimal. Hal ini dikarenakan seringkali ditemukan pada beberapa industri kasus pemutusan kontrak kerja secara sepihak karena hamil atau melahirkan dan bahkan ada aturan yang menyatakan tidak boleh menikah dan hamil selama masa kontrak.

Dan yang paling penting adalah kebijakan ini diambil untuk kesehatan dan keselamatan kerja kaum buruh perempuan,perlindungan terhadap buruh perempuan dari tindakan pelecehan dan kekerasan seksual, serta jaminan atas hak lainnya buruh perempuan di PT.IWIP.

Maka dari itu, serikat SPSI menjadikan hal ini sebagai isu prioritas dalam PKB. Pekerja sejahtera, pengusaha pun sejahera.
SPSI to be the winner..!!! (**)

Komentar

Loading...