poskomalut, Kepala Sekolah SMA Negeri 20 Halmahera Selatan diduga melakukan praktik penampungan siswa fiktif.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, temuan itu setelah adanya perbedaan signifikan antara jumlah siswa yang tercatat dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan kondisi riil di sekolah.

‎Dapodik sendiri merupakan basis data resmi Kementerian Pendidikan yang menjadi acuan berbagai kebijakan, termasuk penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

‎Dugaan adanya penambahan data siswa fiktif ini menimbulkan kekhawatiran, lantaran berpotensi mengakibatkan kelebihan alokasi dana BOS yang tidak sesuai dengan jumlah siswa sebenarnya.

Sementara terdapat puluhan siswa yang diduga fiktif itu tercatat di Dapodik SMA 20 Halmahera Selatan.

Praktisi hukum Maluku Utara, Marwan A. Sahjat menegaskan, bahwa praktik ini berpotensi masuk kategori tindak pidana korupsi. Kalau data fiktif dipakai untuk memperbesar pencairan dana BOS, maka ada unsur perbuatan melawan hukum.

Ia juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH) harus menelusuri ini untuk memastikan ada tidaknya perbuatan yang mengarah ke tindak pidana korupsi.

Kepala sekolah sebagai penanggung jawab anggaran dapat diproses hukum guna mempertangunjawabkan perbuatannya.

Menurutnya, pola manipulasi seperti ini sudah sering menjadi modus di berbagai daerah. Namun, lemahnya pengawasan membuat kasus-kasus serupa jarang terbongkar.

“Kepala sekolah harus menempatkan integritas di atas segalanya. Jangan pernah main-main dengan data, apalagi dengan dana pendidikan,” tegas Marwa, Rabu (7/10/2025).

“Tugas utama pendidik adalah meningkatkan mutu pembelajaran, bukan mencari celah untuk kepentingan pribadi,” sambungnya.

Selain itu ia menuturkan, maraknya dugaan praktik siswa fiktif yang kini mencoreng nama baik SMA 20 Halsel itu perlu dilakukan audit menyeluruh, baik terhadap data siswa maupun pengelolaan dana BOS.

“Kasus ini adalah alarm keras bahwa integritas sektor pendidikan tengah berada di titik rawan,” tandasnya.

Bahkan ia menegaskan, kalau dibiarkan, praktik siswa fiktif bisa jadi budaya dan kehilangan generasi, karena dana pendidikan habis untuk angka-angka manipulatif, bukan untuk kualitas belajar.

Menurutnya, skandal ini bukan sekadar masalah administrasi, melainkan soal moralitas dan integritas pendidikan.

“Jika benar terbukti, kepala SMA 20 Halsel bukan hanya harus dicopot dari jabatan, tetapi juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum,”tuturnya.

Sementara Kepala Sekolah SMA Negeri 20 Halmahera Selatan, Ishak Mursid menyatakan, ihwal menyangkut fiktif itu dari operator.

“Menyangkut fiktif, menurut saya itu dari operator jadi artinya yang kemarin itu kita sudah kase keluar,” kata Ishak saat dikonfirmasi jurnalis poskomalut, lewat via telpon whatsap.

Disentil terkait puluhan nama siswa yang tercantum dalam Dapodik SMA Negeri 20 itu, Ishak membantah dan menggap hal tersebut tidak betul.

“Saya itu tidak betul. Kalau betul kemarin kita sudah dapat konfirmasi dari Dinas, jadi sudah keluarkan semua,” jelasnya.

Karena sudah keluarkan, ditanyain apakah sebelumnya ada ihwal puluhan siswa fiktif, Ishak mengiyakan. Namun, saat ini sudah dikeluarkan.

“Iya, sudah dikeluarkan semuanya. Jadi kemarin kita ditertipkan dari provinsi. Sekaran siswa saya tinggal sedikit saja,” ungkapnya.

“Siswa saya sekarang, yang ada sekitar 40 lebih,” imbuhnya.

Ia juga menjelaskan, bahwa data tersebut terdapat ada siswa yang pindah sari kelas 10 ke-11 dan 12 dan bahkan ada yang putus sekolah.

Mag Fir
Editor