Keputusan pelaksana tugas Gubenur perihal pengangkatan pejabat sementara sekretaris daerah dan penonaktifan sementara tiga pimpinan organisasi perangkat daerah, adalah keputusan liar dan merupakan kejadian paling aneh dalam praktik tata kelola pemerintahan tahun ini. Liar oleh karena Plt Gubernur mendalilkan ada perintah dari Menteri Dalam Negeri, sementara perintah itu tidak terlihat dalam konsideran suruat keputusan, baik pengangkatan pejabat sementara Sekda maupun penenobaktifan tiga pimpinan organisasi perangkat daerah.
Dalam hal mutasi jabatan, pengangkatan Plh dan penonaktifan sementara dari jabatan ASN, seorang Pelaksana tugas diberi tuntuntan oleh Menteri Dalam Negeri melalui surat edaran Nomor: 821/5492/SJ tentang persetujuan Menteri Dalam Negeri kepada pelaksana tugas/penjabat/ penjabat sementara kepala daerah dalam aspek kepegawaian perangkat daerah, angka 4 ( empat ) a dan b mewajibkan seorang Plt harus mendapat ijin tertulis sebagai dasar wewenang untuk melakukan tindakan adminsitrasi berupa mutasi demosi dan promosi jabatan.
Pertanyaan mendasarnya adalah apakah Plt Gubernur memedomani panduan perilaku diatas ?, Jabawannya tentu tidak, bahkan Plt Gubernur melompati seluruh norma yang terkait dengan ASN seperti Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang managemen ASN Pasal 144 dan Pasal 145 mengenai tatacara pemberhentikan pejabat dari jabatan tinggi pratama dan Surat Kepala BKN Nomor: K.26-30/V. 20-3/99 Perihal kewenangan Pelaksana tugas dan Pelaksana harian dalam aspek kepegawaian.
Ijin dalam hukum administrasi negara dimaknai sebagai pengecualian dari larangan, karena itu pada dasarnya seorang Pelaksana tugas gubernur dilarang tegas untuk melakukan hal-hal sebagaimana diatas kecuali yang di- “ijinkan” selain dan selebihnya dilarang tegas.
Plt Gubernur mendalilkan ada perintah mendagri untuk memberhentikan Sekda defenitif dan mengangkat Plh sekda, padahal tidak terlihat buktinya dalam konsideran surat keputusan pengangkatan Plh sekda. Begitupun dengan keputusan penonakifan tiga pimpinan OPD.
Nekat sekaligus menggelikkan, itulah Plt Gubernur Maluku Utara saat ini. Saya menyebut nekat dan menggelikan karena beliau berani membawa nama Mendagri untuk melegitimasi kepongahannya itu.
Atas dasar gambaran diatas maka tegas saya katakan bahwa keputusan Plt Gubernur dalam mengangkat Plh sekda dan penonaktifan tiga Piminan OPD adalah keputusan yang cacat wewenang, sehingga dianggap tidak pernah ada. Dalam undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan pada bagian kelima paragraf 1 mengenai akibat hukum keputusan dan/atau tindakan yang tidak sah pasal 70 ayat (1) keputusan tidak sah apabila:a. dibuat oleh pejabat yang tidak berwewenang. b. dibuat oleh pejabat yang melampaui kewenangannya dan. c. dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertindak sewenang-wenang. Dalam konteks ini, plt gubernur memenuhi semua unsur dalam pasal tersebut.
Dengan demikian maka akibatnya hukumya sebagaimana dalam Pasal 70 ayat (2) akibat hukum keputusan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud pada pasal ayat (1) menjadi : a.tidak mengikat keputusan dan/atau tindakan tersebut sejak ditetapkan; dan. b. segala akibat hukum yang timbul akibat karena keputusan itu dianggap tidak pernah ada. Sementara ayat (3) menegaskan bahwa dalam hal keputusan yang mengakibatkan pembayaran dari uang negara dinyatakan tidak sah, Badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib mengembalikan uang ke kas negara.
Dari uraian diatas jika dikaitkan dengan perintah Plh Sekda Kepada Plh Kaban BPKAD untuk menyiapkan segala hak ASN berupa THR dan gaji 13, dalam pandangan saya kadar perintah itu ibarat orang Kentut, tercium aromanya namun tidak terlihat bentuknya oleh karena yang berwenang untuk hal itu adalah sekda defenitif yang diangkat dengan dasar wewenang yang sah dan Kaban PBKAD defenitif yang diangkat dengan dasar wewenang yang sah pula. Selain dan selebihnya tidak diperkenankan. Karena itu para ASN Provinsi jangan terlena dengan komentar Plh sekda yang tidak sah itu dan segera mengambil langkah tegas untuk mendapatkan hak keuangan sesuai waktu yang ditetapkan.
Ijin Mendagri adalah syarat mutlak dan menjadi dasar keabsahan tindakan administrasi seorang Plt Gubernur, sementara faktanya tidak ada ijin sama sekali. Hal itu terbukti dalam dua Surat Keputusan Plh Gubernur mengenai pengangkatan Plh Sekda dan penonaktifan tiga pimpinan OPD tidak ditemukan konsideran tetang ijin tertulis Mendagri, padahal itu merupakan syarat wajib. Karena itu kepada Sekda defininif dan tiga pimpinan OPD tetap berkantor sebagaimana biasa dan anggap saja Keputusan Plt Gubernur itu tidak pernah ada karena cacat wewenang sebagaimana terurai di atas.
Kepada Menteri Dalam Negeri selaku pejabat yang berwewenang melakukan evaluasi tindakan Plt Gubenur, segera mencabut wewenang PPK yang melakat di Pl Gubernur, karena telah melakukan kegaduhan dan merusak tatanan merid sistem ASN dan mengalihkan wewenang itu kepada Sekda definif, sebagai langkah untuk mencegah kerusakan birokrasi yang lebih luas di internal Pemda Provinsi Maluku Utara.
Tinggalkan Balasan