Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia yang didirikan 5 Februari 1947 di Yogyakarta sebagai implementasi dari gagasan Lafran Pane. Organisasi ini bertujuan mengembangkan potensi intelektual dan spiritual mahasiswa Muslim serta berkontribusi terhadap pembangunan nasional.

HMI memiliki sejarah panjang dalam pergerakan sosial, politik, dan akademik di Indonesia.

Sejak berdirinya, HMI telah mengalami berbagai fase dinamika politik dan sosial yang memengaruhi orientasi gerakannya.

Pada masa Orde Lama, HMI bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam dan demokrasi.

Pada era Orde Baru, HMI mengalami fragmentasi akibat tekanan politik, tetapi tetap memainkan peran strategis dalam melahirkan kader intelektual Muslim.

HMI mengusung dua prinsip utama, yakni keislaman dan keindonesiaan. Organisasi ini menekankan pentingnya keseimbangan antara pemahaman Islam yang moderat dan komitmen terhadap nasionalisme. Ini sejalan dengan tujuan utama HMI, sebagaimana tercantum dalam konstitusinya, adalah “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang diridhai Allah SWT.”

Baca Juga:RECULER

Di era reformasi dan selanjutnya, HMI mengalami persimpangan jalan. HMI terus melaju tetapi dengan arah yang makin limbung.

Walau dalam dunia akademik dan sosial, HMI memiliki peran signifikan. Di mana banyak alumni HMI yang menjadi tokoh nasional, mulai dari politisi, akademisi, hingga aktivis sosial. HMI juga aktif dalam advokasi kebijakan publik, pembangunan masyarakat, serta pemberdayaan ekonomi umat. Namun, seiring perkembangan zaman, HMI menghadapi berbagai tantangan dan dilema, seperti fragmentasi internal, pragmatisme politik, serta adaptasi terhadap isu-isu global seperti demokratisasi, digitalisasi, lingkungan, dan radikalisme.

Kritik yang sering muncul terhadap HMI adalah adanya politisasi dalam tubuh organisasi yang dapat mengurangi independensinya sebagai organisasi mahasiswa. HMI merupakan organisasi mahasiswa yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah pergerakan Islam dan nasionalisme di Indonesia. Dengan tantangan dan peluang yang ada, HMI diharapkan tetap konsisten dalam mencetak kader intelektual Muslim yang mampu berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Tantangan HMI

Di usia 78 tahun, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) justru menghadapi berbagai tantangan, terutama secara internal dan eksternal. Secara internal, HMI diharapkan mampu melakukan pembumian konstitusi di era modern. Ini merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh kader HMI era ini bagaimana membumikan konstitusi HMI di tengah gaya hidup modern. Kerap kader HMI juga abai terhadap pesan-pesan konstitusi HMI.

Tantangan berikutnya, terjadinya pendangkalan intelektualitas dan integritas, ini diindikasikan dengan masifnya kader HMI yang lemah menghadapi tantangan mengatasi pendangkalan intelektualitas dan integritas, serta lunturnya semangat berkarya di kalangan kader. Kader HMI tak lagi banyak bersuara di kampus-kampus dengan prestasi yang gemilang.

Tantangan selanjutnya, adalah konflik internal dan dinamika kepemimpinan yang kompleks. Konflik sering timbul akibat perbedaan interpretasi terhadap nilai-nilai organisasi, persaingan kepentingan personal, atau ketidakcocokan dalam gaya kepemimpinan. Dalam setiap peralihan kepemimpinan (Kongres atau Konperensi Cabang), yang terlihat adalah ketidakdewasaan dalam menghadapi konflik internal, sehingga berlarut-larut penyelesaiannya.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan di atas, HMI perlu mengembangkan strategi yang adaptif dan transformatif, termasuk pembaruan kurikulum pelatihan, peningkatan literasi digital, dan penguatan nilai-nilai organisasi di kalangan kader. Pola perkaderan yang tidak lagi adaptif transformatif, sudah harus ditanggalkan. Di usia 78 tahun, himpunan ini harus teus melaju secara sinergi dan transformatif. Tak usahlah memeluk romatisisme kejayaan masa lalu yang mungkin saja sudah tidak lagi memberi energi bagi kemajuan insititusi dan perkaderan.

Secara eksternal, himpunan dan kader berhadapan dengan adaptasi terhadap perkembangan teknologi, di mana Era Society 5.0 yang ditandai dengan integrasi teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan big data, dan kader HMI dituntut untuk tidak hanya memiliki keahlian dalam ranah sosial dan politik, tetapi juga memahami dan mampu memanfaatkan teknologi untuk perubahan positif.

Tantangan eksternal yang dihadapi HMI adalah perubahan pola pikir generasi muda, yang saat ini memiliki pola pikir dan nilai-nilai yang semakin dinamis. Kader HMI perlu memiliki kreativitas dan inovasi tinggi untuk menghadapi perubahan dalam masyarakat serta kemampuan adaptasi terhadap perbedaan pandangan yang muncul dari keragaman generasi. Sehingga HMI menjadi bagian penting bagi Gen Z untuk menemukan “rumah” untuk mendesain kepemimpinannya.

Di tengah kuatnya dampak global, maka pemahaman isu global menjadi suatu keniscayaan. Kader HMI diharapkan tidak hanya peduli terhadap isu-isu nasional, tetapi juga mampu berkontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah global yang memerlukan kolaborasi antarbangsa. Inilah yang harus menjadi turning point ketika memilih pemimpin, baik pada tingkat Komisariat, Cabang, hingga Pengurus Besar. Mereka menjadi nakhoda di tubuh himpunan adalah yang memiliki pemahaman global yang baik.

Di tambah dengan kemampuan memiliki literasi digital yang memadai. Di era digitalisasi, tantangan yang dihadapi HMI semakin kompleks.Perkembangan teknologi dan media sosial menjadi pedang bermata dua. Kader HMI seharusnya dapat memanfaatkan media sosial sebagai alat perjuangan, membentuk opini publik, dan menjadi motor penggerak isu-isu nasional.

Inilah yang menurut Nurcholish Madjid (1939-2005) cendekiawan Muslim terkemuka, Ketua Umum PB HMI dua periode (1966-1969 dan 1969-1971), menyebutkan, HMI saat ini bukan lagi _fight for_, tetapi _fight again_. _Fight for_ merupakan fase awal HMI berdiri dan kemudian berkembang dengan potensi kader yang militan, spiritual, dan intelektual pada tahap-tahap awal, dan itu sudah dihadapi HMI. Tetapi _fight again_, HMI akan berhadapan dengan tantangan yang lebih besar, di situlah kemampuan kader HMI diuji.

Di usia 78 tahun HMI, semoga HMI makin eksis melalui kader-kader yang lebih istiqamah memperjuangkan nilai-nilai intelektual dan spiritual, sebagaimana semangat pendirian HMI. Yakin Usaha Sampai []