” LITERASI : Mendongeng & Motorik Anak ”

Muhammad Amri M.Ishak

        Muhammad Amri M.Ishak 
Anggota Forum Anak ”SIRIMOI”Desa Hatebicara 

Mengintip
salah satu kegiatan Nadiem Anwar Makarim, yang merupakan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Kabinet Jokowi-Maruf pada laman Kompas dan detiknews, pada Selasa (26/11/2019) di Perpustakaan Kemendikbud, Jalan Jenderal
Sudirman, Senayan, Jakarta, dengan tema “Mendongeng”. Ini merupakan metode
yang baik dalam mendorong pengembangan literasi buat anak-anak.

Perlu kita tahu, Maluku Utara
merupakan salah satu provinsi yang dalam beberapa tahun kebelakang  mencoba mendorong pengembangan pengetahuan
lewat sekolah dan kelompok-kelompok literasi. Akan tetapi perlu kita ketahui
bersama bahwa pengembangan literasi yang sangat efektif bagi anak-anak yaitu
pengembangan literasi antara ibu dan anak yang dapat kita konsepkan dalam
bentuk ”mendongeng”.

Karena perlu kita tahu bahwa dongeng merupakan suatu narasi yang bersifat lucu serta sangat tidak
terlihat logis bagi kita orang dewasa, tetapi dongeng
memiliki muatan nilai kehidupan yang terselip di balik ceritanya, dan narasi dari dongeng sangat bisa
diakses melalui imajinasi. Disinilah
pentingnya imajinasi dapat kita ciptakan, hal yang sama apa di katakan oleh Albert
Einstein, “Logic will get you from A to B. Imagination will take you
everywhere
”. dikarenakan dongeng sangat penting bagi kehidupan serta guna pembentukan (psikis) seorang  anak sebelum mereka memasuki dunia dewasa yang
dipenuhi rasionalitas dan logika.

Banyak cerita dongeng yang bila kita dapatkan, hal ini
dimana saat ketika mencoba memutar kembali ingatan kita, salah satu dongeng
yang sangat familiar bagi kita di masa kita kanak-kanak yaitu dongeng
(Cerita Legenda) Malingkundang dan kancil si pencuri timun”.
Kendati demikian, perbedaan zaman dan budaya tidak menjadi suatu halangan, cerita dongeng untuk dibaca buat anak-anak.  Pada umumnya dongeng mulai diceritakan
ketika anak masih kecil terutama ketika mereka belum bisa membaca dongeng.

Perlu kita ketahui juga bahwa
mendongeng merupakan suatu sarana yang sangat  efektif untuk kita (orangtua), karena dongeng dapat menyampaikan suatu nilai kehidupan
kepada anak dan
dongeng bukan hanya diperlukan ketika
anak-anak masih
terlihat dini. Mengingat, ingatan seorang anak akan cerita dongeng dengan nilai dan norma-normanya bisa jadi seorang anak akan  terbawa hingga anak tersebut dewasa.

Lewat Bruno Bettelheim, seorang psikolog anak yang terkenal  untuk
penelitian tentang autisme pernah menuliskan sebuah buku  The
Uses of Enchantment
 (1976). Di situ Bettelheim mengatakan bahwa
kebijaksanaan dibangun, langkah demi langkah kecil, diawali dari masa yang
paling irasional ketika individu masih anak-anak. Dongeng menjadi pengantar
agar kelak di masa dewasa individu dapat  memahami  makna keberadaan
manusia di dunia ini. Anak-anak lebih mudah diajarkan melalui dongeng karena
mereka belum sampai pada kapasitas memahami dunia secara logika-empiris.

Lebih
jauh lagi, Bettelheim juga mengatakan bahwa dongeng membentuk
pelindung emosi yang baik bagi kematangan emosi anak. Dongeng menjelaskan dalam
bahasa yang bisa dimengerti anak mengenai bagaimana bertahan hidup, melakukan pengorbanan
serta menghadapi kematian. Melalui dongeng, anak juga bisa belajar mengenai
penderitaan atau perjuangan yang dapat menghantar pada pembaharuan atau
pertumbuhan, serta bagaimana seseorang mengambil resiko untuk keputusannya.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa dongeng membantu anak
belajar membangun sistem pengolahan emosi. Penelitian dari Cecilia Ovesdotter
Alm dan Richard Sproat yang berjudul Emotional sequencing and
development in fairy tales 
(2005) menunjukkan bahwa anak melibatkan
berbagai emosi saat membaca cerita-cerita Grimm Bersaudara. Penelitian lain
yang dilakukan Hansjorg Hohr, berjudul Dynamic Aspects of Fairy Tales:
social and emotional competence through fairy tales
 (2000)
menunjukkan bahwa melalui dongeng anak belajar mengembangkan kemampuan
sosio-emosionalnya. Dongeng menjadi alat yang baik bagi anak untuk
mengembangkan kemampuan refleksi terhadap perasaannya.

Maka disinilah penulis ingin
mengingatkan bahwa di titik ini dongeng
memiliki penjelasannya. Bahasa imajinasi adalah bahasa yang
mengasah anak mengenal dan mengolah rasa sebagai bekal kelak ketika memasuki
tatanan-rasio. Dongeng bukan sebuah cerita yang mengandalkan rasio atau
kemasukakalan, tetapi justru dengan demikian, bahasa dongeng mampu mengasah
rasa. Bekal ini menjadi penting agar kelak ketika memasuki tatanan-rasio,
manusia tidak menjadi bebal akan rasa.

Sayangnya,
seringkali orangtua terlalu melebihi ((Gadget) bahkan membatasi
pikiran anak-anak dan memaksa pikiran tersebut untuk berfungsi layaknya pikiran
orang dewasa. Mereka menjauhi anak-anak dalam membaca bahkan tidak sama sekali
terkhususnya (mendongeng),dengan berbagai rasionalisasi. Seolah-olah
pemahaman yang matang tentang diri kita dan dunia, serta ide-ide kita tentang
makna kehidupan, perkembangannya lepas dari pertumbuhan tubuh dan pikiran. Satu
hal yang mereka lupa bahwa bukan rasionalitas yang penting bagi kehidupan,
melainkan makna. Tugas yang paling penting dan juga paling sulit dalam
membesarkan anak adalah membantunya untuk menemukan makna  dalam hidup.

Tak
heran, orang-orang di zaman dahulu memelajari kehidupan bukan hanya dari
rasionalitas, namun juga cerita-cerita. Dalam cerita Tolire Ternate misalnya, kita akan menemukan ciri-ciri dasar filsafat pada setiap cerita. Dasar
ontologis bagi Tolire Ternate adalah upaya agar kita mengenal
nilai-nilai agama dan budaya guna menjalan kehidupankan yang bersosial dan beradab. Usaha untuk
bersosial dan
beradab itu tidak saja harus bersifat
rasional dan empiris tetapi juga mengandung unsur rasa yang menjadi ciri khasnya.

Semoga tulisan ini dapat memberikan khasanah positif bagi pembaca serta memulai dengan langkah lliterasi anak yang dimulai dari ibu dan anak. [Terima Kasih]

Komentar

Loading...