Ahlan Mukhtari Soamole
Setiap elemen manusia di muka bumi ini hidup dalam satu dinamika kehidupan terorganisir, terkontrol, dan terkendali. Pada pikiran awam sekalipun yang hidup secara primordial berkelompok, pindah-pindah tentu masih berdasar satu keputusan atas pemimpin kelompok tersebut. Manfaat daripadanya ialah kelompok yang sejalan bersama, terkendali terorganisasi dalam satu tujuan. Kehidupan inilah dikenal juga sebagai Nomaden hidup pengembaraan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Kehidupan kolektifnya masih tendensi terbelakang meskipun ditandai sebagai khas keakraban, di lain sisi masih menyisahkan dekandensi kemanusiaan kehidupan yang terbatas pada sekelompok orang. Dan perbedaan wilayah perburuan maka seringkali memicu konfrontasi, pembunuhan, perang antar kelompok.
Jika
ditelaah kehidupan kolektif saat ini maka kehidupan kolektif nampaknya masih
terbatas dalam keterpurukan manakala ketidakmampuan manusia berinovasi
dalam menciptakan hal baru, baik kehidupan multidimensional meretas sekat
segala perbedaan, menerima kemajuan pola pikir, tindak laku yang mencerminkan
keniscayaan sebagai manusia paripurna era kontemporer. Rupanya implikasi
keterbelakangan manusia dialami masa periode lampau masih tertanam membekas
amatlah kuat. Polarisasi masyarakat modern, tradisional, negara maju, negara
terbelakang atau negara gagal masihlah memprihatinkan.
Tendensi penilaian secara terbuka mengurai bahwasannya kemunculan polarisasi
kehidupan tersebut sebagai khas manusia yang tercerahkan, menerima kemajuan.
Dan manusia keterbelakang atau tradisional sangat mengedepankan aktivitas
sosial dalam mempertinggi status sosial ketimbang, masyarakat tercerahkan yang
cenderung berprestasi memukau.
Manusia terbelakang dalam kehidupan bernegara tentu memberikan konsekuensi logis dalam dinamika bernegara sebagai kausalitas cerminan keterbelakangannya. Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya memiliki kedaulatan. Berdasarkan wilkepedia diuangkapkan Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
Sebagaimana kehidupan nomaden tadi, telah menuju pada konsesus bersama menjawab berbagai soal kehidupan dengan memunculkan satu sistem baru dari ragam manusia maka perlahan-lahan terbentuklah suatu pandangan Negara, yang berdasar pada suatu pemerintahan, rakyat dan wilayahnya. Pengaharapan wajah baru Negara semestinya mampu merumuskan masalah dengan kehendak bersama menjawab segala tantangan, akan tetapi harapan itu sirna pula, Negara dan kehadirannya pun tak mampu merumuskan segenap masalah baik kebutuhan pokok ekonomi, pangan, kesejahteraan, keadilan, pemenuhan kualitas pembangunan manusia, gejolak Negara berlangsung seiring itu degradasi nilai moral kian lentur, acapkali manusia bertindak sewenang-wenang hanya dikarenakan kepentingan sekelompok orang.
Kini manusia manusia nomaden semakin mencuat di tengah-tengah mencuatnya krisis sumber daya alam, penumpukan modal semakin leluasa, eksploitasi tambang yang masif, pemerintahan tak lagi dengan visi konstruktif melainkan suatu kepentingan destruktif, pemerintahan yang hanya mengutamakan kepentingan golongan, dikuasai para pemilik modal yang telah menguasai pasar bebas, pikiran materialistik yang bersandar pada kekuatan materi keberuntungan adalah pengejawantahan dari kemampuan survive dalam persaingan kekayaan. Kebijakan pemerintah semestinya sebagai pilar keutamaan keberpihakan terhadap rakyat, telah didikte oleh pemerintahan oligark.
Negara maju maupun Negara berkembang hanyalah berbeda daripada kesadaran dan spirit mewujudkan suatu keadilan dan kemakmuran, Negara terbelakang masihlah terjebak dalam krisis moral, intelektual para ilmuwan sebagai harapan peningkatan kualitas manusia telah bergumul dalam kekuasaan menjadi teknokrat. Suatu pemerintahan tak lagi seperti konsesus mulanya yang berbicara satu visi universal, di sini amatlah kuat keserakahan oleh pemerintah berwatak kapitalisme. Acemoglu dan Robinson dalam hasil penelitian menyebutkan Negara gagal adalah Negara yang institusi politik dan ekonomi mengalami kerusakan, destruktif. Sebaliknya, Negara maju adalah Negara yang tujuan utamanya ialah mewujudkan suatu keselarasan dan keberpihakan pada kemaslahatan keadilan, kemakmuran menjawab segala soal kemiskinan, ketimpangan, keserakahan dll. Negara maju bagi F. Fukuyama dikatakan sebagai kesinambungan civil society, pemerintahan dan investor yang memberikan kepercayaan (trust) dalam perbedaan ideologi sekalipun jikalau trust dapat dipenuhi secara baik akan memberikan manfaat signifikan.
Tak bisa dinafikan Negara terbelakang masih menyisahkan suatu carapandang tradisional memenuhi kepentingan kelompo sebagaimana kehidupan nomaden dahulu, Indonesia sebagai Negara terbelakang saat jni masih dijejali dengan manusia primitif dalam struktur pemerintahan di era orde baru hingga saat ini masih terdapat bekas-bekasnya belum terhapuskan yakni soal KKN Nepotisme, masalah nepotisme terlihat kata sederhana namun jika manusia bertindak demikian sangat menurunkan nilai kemanusiaan dampaknya yakni merusak citra integritas kehidupan sosio masyarakat. Indonesia akan menjadi Negara maju jika segala perbedaan dilakukan dengan sikap progresif, kolektif, objektif dengan demikian kita tak membuat suatu sekat dalam kehidupan yang telah terorganisir dalam satu Negara besar ini dengan jumlah penduduk hingga jutaan banyak ribuan pulau. Paradigma manusia Indonesia pun semestinya “seluas” Indonesia yang tak lagi primordial melainkan internasional, inilah diungkap oleh Bung Hatta sebagai upaya menciptakan masyarakat dalam pergaulan internasional. []
Tinggalkan Balasan