Oleh: Noercholish Rustam

(Pengurus Pemuda Pancasila Kota Ternate)

Dinamika politik pada 8 Kabupaten/Kota di Maluku Utara akan mencapai puncaknya pada 23 September 2020. Tapi jauh sebelumnya masyarakat sudah disuguhi drama kolosial yang dibingkai secara halus berupa issu dan wacana, bahkan ada gerakan-gerakan yang secara tidak langsung dapat memicu perang urat saraf sesama pendukung bakal  calon. Tingkat elektabilitas setiap tokoh sampai pada partai menjadi taruhan untuk menduduki kursi orang nomor 1 pada Pemilihan Kepala Daerah yang akan berlangsung di 8 Kabupaten/Kota di Maluku Utara. Tak heran jika ada kelompok ataupun faksi-faksi penentang yang bermunculan untuk meneriakam aspirasi atas nama rakyat, dengan dasar bahwa ada kepentingan-kepentingan terselubung yang diselipkan oleh setiap bakal calon dalam bertarung di Pilkada kali ini. Penguatan dasar tersebut diantaranya adalah kasus korupsi, keterbatasan SDM dan berbagai masalah lainnya yang kemudian dijadikan senjata untuk melawan “kedzoliman”.

Baca Juga:RECULER

Sejatinya agenda Pemilihan Kepala Daerah kedepan ini tidak bisa lepas dari upaya penguatan, partisipasi dan kemandirian rakyat lewat proses-proses yang demokratis. Catatan ini penting mengingat karakter dan kemampuan berdemokrasi rakyat masih sangat lemah, sementara secara faktual, rakyat sebenarnya hidup di ruang yang sangat terbuka. Persoalan mendasar adalah rakyat hidup di tengah demokratisasi yang mulai terbuka lebar pasca lengsernya rezim Orde Baru yang kemudian diiringi oleh kebebasan partisipasi yang luar biasa, akan tetapi belum diiringi oleh kematangan mental dan sikap dalam berdemokrasi. Kebebasan berpolitik, tidak ditopang oleh rasionalitas, daya kritis, dan kemandirian berpikir dan bersikap.

Hal ini sendiri dapat memicu resistensi sesama pendukung ataupun loyalis dari bakal calon, tak bisa dipungkuri ketika memori Pilgub tahun 2018 kemarin masih membekas di masyarakat. Konsepsi tentang Pilkada yang aman, damai, dan bersih perlu diaplikasikan secara saksama, dan masyarakat akan merasa bahwa suara mereka menjadi terwakilkan dengan adanya keterbukaan dari setiap aktor di Pilkada nanti. Harapan supaya pemilihan Kepala Daerah serentak 2020 ini menjadi suatu momentum politik dalam menggerakan pembangunan di 8 Kabupaten/Kota kedepan yang lebih baik adalah tujuan mutlak dan sebagai suatu keharusan bagi elite politik dalam mensejahterkan rakyat.

Dan melalui momentum ini, masyarakat diharapkan mampu berpikir bijak dalam menentukan siapa pemimpin terbaik untuk lima tahun kedepan, yang mampu mengakomudir seluruh seluruh kepentingan rakyat. Selanjutnya tanyakan kepada mereka tentang prestasi, reputasi, dedikasi serta kapasitas demi kesejahteraan, keadilan dan kedamaian bagi masyarakat Maluku Utara secara totalitas sebagai pihak yang mendaulat mereka untuk memimpin, tinggalkan identitas kesukuan yang melekat pada diri mereka karena kesadaran etnis yang kita miliki adalah sosio-nasionalisme, kekuatan rakyat untuk memilih siapa pun yang memiliki “profesionalisme“ kepemimpinan. Maka kita akan memilih dengan cerdas untuk Daerah ini .

Sudah saatnya kesejahteraan itu hadir, bukan lagi sebatas wacana yang didengungkan, dan bukan lagi sebatas konsep. Sambut perubahan itu dengan sebuah kemenangan yang ditentukan oleh rakyat, bukan oleh siapa-siapa. (*)