Buntut Larang Pendemo Palang Jalan
MOROTAI-PM.com, Adu mulut antara masyarakat Morotai Jaya (Morja) dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Morotai, Muhammad Maaruf Kharie tidak bisa dihindarkan. Perang mulut orang nomor tiga dilingkup Pemkab Morotai dengan warga pemilik lahan ini terjadi di lantai II kantor Bupati Morotai, Rabu (13/11/2019).
Adu mulut bermula ketika puluhan warga yang memiliki lahan menemui Sekda. Dihadapan warga, Sekda menyebutkan, para pemilik lahan dilarang melakukan aksi, apalagi memalang jalan. Sebab, jalan itu satu-satunya jalur yang menghubungkan Bere Bere kecil dan pusat ibu kota kabupaten, sehingga bisa menyebabkan kemacetan.
“Stop palang jalan. Sekarang ini kalau saya proses, saya minta ngoni samua bikin pernyataan samua, bahwa benar jumlah itu, berdasarkan perhitungan teknis, torang so turun jarak tanam dua dua meter, jadi hati-hati,” ancamnya.
Pernyataannya ini mebuat geram warga yang ada sekitarnya. Bahkan warga pun meneriaki orang nomor tiga dilingkup Pemkab Morotai ini.
“Ngoni bayar ganti rugi dulu pohon kelapa yang ngoni gusur, kalau tarada torangt tetap pele jalan,” balas warga bersamaan.
Dengan suara tinggi, Sekda menuding, bahwa data yang disampaikan sebelumnya itu tidak sesuai dengan perhitungan, sehingga Pemda Morotai turun ke lokasi perkebunan dan telah menghitung semuanya dan langsung dilakukan pembayaran. Hanya saja, sebagian menolaknya.
“Bukan persoalan dong hitung, karena data itu tahun 2018, saya tidak mau terima resiko, torang harus sesuai prosedurnya, pengecekan kelapa BPK pasti cek panjangnya berapa lebarnya berapa dengan jarak tanamnya berapa? Yang padat itu cuman di lembah lembah itu yang banyak, di gunung gunung itu jarang. Itu ketahuan dengan jarak tanamnya berapa, dievaluasi ulang langsung pembayaran jalan tapi ada sebagian menolak,” jelasnya dengan suara keras.
Penjelasan Sekda ini dibantah Ci An, salah satu warga pemilik lahan. Dirinya menyebutkan, warga sudah melakukan koordinasi dengan Kabag Pemerintahan Sunardi dan Asisten I Muhlis Baay, hanya saja, janji tinggal janji. Bahkan saat pembayaran dilakukan juga tidak sesuai dengan fakta dilapangan.
“Torang memang tanda tangan, tapi tanda tangan pencairan tapi tidak dikasih tau kalau pembayaran setengah saja pak. Semua setuju karena dibayar, sudah diproses dari bawah tanya sama pak nardi dan pak asisten pak,” teriak An dihadapan Sekda.
Tidak mendapatkan titik temu, kedua bela pihak bersepakat menemui Camat, bagian pemerintahan dan asisten I Muhlis Baay, guna meminta kejelasan. (ota/red)
Tinggalkan Balasan