TERNATE-pm.com, Pembangunan embung oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Provinsi Maluku Utara di Kecamatan Hiri dinilai tidak membawa dampak positif bagi masyarakat setempat.

Keterangan ini mencuat menyusul unjuk rasa Aliansi Pemuda Peduli Pembangunan di depan BWS Maluku Utara, Kota Ternate, Rabu (26/3/2025).

Mereka menyuarakan peroyek embung Hiri yang berdampak banjir terhadap masyarakat Kelurahan Tafraka, beberapa waktu lalu.

Koordinator aksi, Juslan J. Hi. Latif mengatakan, pembangunan embung Hiri bersumber dari Anggaran APBN 2024 melalui Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR RI.

Nilai proyek tersebut mencapai Rp13.573.391.000,00 dikerjakan CV AQILA PUTRI. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Air Baku dan Air Tanah BWS Maluku Utara yakni Edi Sukriman.

Masa aksi menduga proyek tersebut tidak fungsional atau berdampak positif terhadap warga setempat. Sebaliknya, embung Hiri membawa mudarat (bencana) bagi warga Tafraka.

Pintu air Embung di Kelurahan Tafraka, Pulau Hiri tampak dipenuhi air. Foto_Nadi, diterbitkan Halmaherapost.

Juslan menilai perencanaan awal BWS tidak melakukan survey lokasi terlebih dulu. Pasalnya, tanpa saluran pembuangan air (drainase) yang memadai ke laut.

“Rumah-rumah di dataran rendah terendam, sementara BWS terkesan lepas tangan dan abai, hemat kami, bahwa masalah utama bukan hanya curah hujan tinggi, tetapi kesalahan fatal dalam perencanaan,” katanya.

Sedangkan jalan menuju embung dibangun PUPR Kota Ternate. Bukannya membantu, pembangunan ini justru memperburuk keadaan.

“Air meluap ke dua jalur. Satu ke samping Kantor Lurah Tafraka, satu lagi ke drainase di samping rumah warga, akhirnya tergenang di depan mushala, hingga pagar sekolah SD Tafraka pun ikut roboh,” beber Juslan.

Tak hanya banjir, ancaman longsor pun menghantui warga setempat. Sebab, kondisi tebing di selatan pemukiman yang semakin kritis akibat jalan yang dibangun tanpa penguatan struktur.

“Tebing di sekitar embung itu sudah rawan longsor. Jika ini dibiarkan, bisa merenggut nyawa warga. Sehingga pihak BWS dan PUPR segera bertindak sebelum bencana lebih besar terjadi. Karena diketahui, menurut keterangan warga setempat, selama berpuluh-puluh tahun baru kali ini terjadi banjir seperti yang dialami dua hari lalu,” bebernya.

Proyek tersebut juga diduga kuat tidak sesuai spesifikasi teknis dan ketentuan kontrak, karena kondisi dinding dari sisi kanan bangunan sudah terancam ambruk.

Terlapas dari itu, penggunaan material proyek juga patut dipertanyakan, karena diduga kuat bukan matrial pilihan (SNI) berdasarkan spesifikasi uji lab.

Material yang digunakan yakni lokal hasil penggalian di lokasi proyek, sehingga lambat laun akan berpotensi terjadi longsor hingga banjir yang akan mengancam warga di sekitar embung.

Menurut koordinator aksi, hal tersebut berpotensi melanggar ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Yakni Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2017, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2020, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta Surat Edaran (SE) Menteri PUPR Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pembangunan Embung Kecil dan Bangunan Penampung Air Lainnya di Desa Dan Undang – Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang – Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Masa aksi kemudian mendesak KPK, Polda dan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara segera periksa Kepala BWS Maluku Utara dan PPK proyek serta pihak CV. AQILA PUTRI.

Mendesak penegak hukuk segera telusuri proyek tersebut. Mereka juga mendesak Kepala Balai BWS segera membentuk tim untuk mitigasi bencana pada seluruh daerah yang rawan longsor dan banjir, khususnya di Pulau Hiri. Bahkan, mendesak Irjen Kementerian PU terjunkan tim untuk kroscek proyek tersebut.

Terpisah, PPK proyek, Edi Sukriman dikonfirmasi jurnalis poskomalut sehari setelah bencana banjir mengaku masih berada di luar daerah.

“Maaf saya lagi Ekor,” singkatnya.

Mag Fir
Editor