Joseph A. Schumpeter (2013:411) dalam bukunya “Kapitalisme, Sosialisme, dan Demokrasi”, menekankan filsafat demokrasi dari abad kedelapan belas dapat dituliskan dalam defenisi berikut: metode demokratis adalah bahwa pengaturan kelembagaan untuk sampai pada keputusan-keputusan politik yang menyadari kebaikan umum dengan membuat masyarakat memutuskan masalah-masalahnya sendiri melalui pemilihan individu-individu untuk berkumpul dalam rangka melaksanakan kehendaknya.
Gambaran klasik diatas sedikit menuai pemikiran penulis, bahwa lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibentuk karena melayani kepentingan rakyat untuk memenuhi kebutuhan politik. Kata lain, rakyat memilih pemimpin dalam momentum pemilihan kepala daerah (pilkada). Dua sinergi antara pelayanan KPU dan rakyat mengikuti rel demokrasi yang di atur dalam Undang-Undang Institusi.
Institusi penyelenggara sebagaimana tertera dalam peraturan komisi pemilihan umum Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam corona virus (covid-19).
Dengan demikian, Indeks demokrasi (IDI) tahun 2019 tercatat dalam Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai angka 74,92 atau IDI naik 2,53 persen, dibandingkan IDI tahun 2018 mencapai angka 72,39. Sudah tentunya, mengetahui indeks demokrasi Indonesia masuk dalam kategori demokrasi sedang. Dikutip (Tempo.com, Senin, 3 Agustus 2020).
Bukan Hanya Slogan
Kita lihat momentum demokrasi pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) suda di depan mata. Dua puluh dua hari lagi akan datang pemilukada serentak di Kabupaten/Kota seluruh Indonesia pun berlangsung.
Beranjak dari sebuah slogan penyelenggara Komisi Pemilihan Umum (KPU) “pemilih berdaulat Negara kuat dan KPU Melayani”, harus digaris bawahi bahwa dari kalimat diatas bukan hanya sebuah slogan yang kemudian menjadi kalimat pembuka dan penutup dari setiap ucapan sambutan para penyelenggara, namun dengan kalimat diatas butuh penghayatan dan kesiapan diri bagi pribadi yang berkomitmen agar mampu bertanggung jawab yang namanya pemilih berdaulat.
Muhamad Yamin Waisale (2010:31-32) tentang Ketertiban (tanda kutip demokrasi), panutan serta cinta dan kasih sayang haruslah dijadikan sebuah paket yang bisa dielaborasi untuk mengoptimalkan kearifan lokal sebagai inspirasi mempertahankan kelangsungan demokrasi yang lebih bermartabat. Kearifan lokal juga harus bisa mengedepankan kedewasaan berpolitik dengan cara menebar cinta dan kasih sayang serta mengetahui ambang batas konflik diantara para elit, sehingga suasana disharmoni diantara para elit dan pengikutnya tidaklah berkepenjangan.
Kebiasaan pemilihan kepala daerah, tensi politik atau suhu demokrasi akan semakin memanas. Maka dari itu, untuk menjaga kestabilan demokrasi yang lebih baik, kita harus butuh partisipasi masyarakat dengan kedaulatan diri dan kemerdekan memilih agar jangan muda terpengaruh dengan isu profokasi dan paksaan apapun dari golongan manapun terutama soal money politik.
Apalagi tentang “KPU melayani”, perlu ketahui bahwa slogan ini bukan hanya sebatas slogan biasa yang memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada penyelanggara pemilu kepada KPU dan Bawaslu saja, tetapi juga tim sukses atau pun partai politik wajib memberikan pelayanan pendidikan politik akal sehat kepada khalayak. Hakekat dari slogan diatas menurut saya adalah dari momentum demokrasi; penyelenggara, tim sukses dan partai politik juga melayani serta memberikan yang terbaik untuk rakyat berdasarkan PKPU, Perbawaslu dan menjunjung tinggi etika politik.
Untuk pemutakhiran data dan kampanye suda berjalan lancar. Semoga di hari H pemungutan hitung pada tanggal 09 Desember 2020 nanti kita selalu terjaga dari godaan dan ajakan-ajakan yang nantinya menyeretkan kita pada hal-hal yang melanggar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang berlaku.
Disini penulis ingin mengajak kita semua untuk mengenal diri, tahu batas diri, dan tahu harga diri di momentum demokrasi dalam pemilihan kepala daerah pada tanggal 09 desember tahun 2020 kali ini. Pastikan bahwa kita penyelenggara pemilihan umum, tim sukses, dan partai politik hanya sebagai abdi yang menjaga; kedaulatan negara, kestabilan demokrasi, maupun keselamatan rakyat.
Dengan pemahaman lain, bukan semata-mata memahami pemilu dari rakyat tentang pesta demokrasi seperti obralan pakaian. Artinya, transaksi uang dan suara rakyat sudah membudaya pada saat pemilihan kepala daerah berjalan. Biarlah rakyat secara berdaulat untuk memilih dan menentukan pemimpin (visi-misi) yang baik menuju negara–yang kuat, maju, aman, damai dan sejuk. Sehingga angka indeks demokrasi kita dalam pemilihan kepala daerah tahun 2020 jauh lebih baik dari bobroknya demokrasi di tahun sebelumnya. [**]
Tinggalkan Balasan