Pilwako Ternate tahun ini, empat pasangan calon dengan latar belakang berbeda, bersaing. Tulisan ini ingin mengetengahkan profile mereka dengan harapan dapat menambah informasi masyarakat, namun terbatasnya akases, tak semuanya mendekati lengkap.
Keempat pasangan dimaksud, Muhammad Tauhid Soleman-Jasri Usman (TULUS), Merlisa Marsaoly-Judi Taslim (MAJU), M. Yamin Tawari-Abdullah Taher (Yamin Ada), dan M. Hasan Bay-Asgar Saleh (MHB-Gass).
Merlisa, adalah sarjana ekonomi dan politisi muda yang mulai dikenal publik sejak pertama kali maju calon DPRD Kota Ternate 2014 lalu. Politisi PDIP ini menjadi Ketua DPRD, dan kembali terpilih sebagai wakil rakyat di kota ini pada 2019. Ia adalah putri kontraktor senior terkenal Adam Marsaoly, dan merupakan satu-satunya perempuan calon Wali Kota. Judi, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Ternate yang berpendidikan terakhir magister hukum.
Yamin, berpendidikan terakhir magister sains (M.Si) adalah politisi kawakan dua zaman: Orde Baru, dan reformasi. Ia “dibesarkan” Partai Golkar, lalu pindah ke PAN, dan terakhir Partai Perindo. Abdullah, ialah Wakil Wali Kota Ternate di periode kedua Wali Kota Burhan Abdurrahman. Ia baru dikenal publik sejak maju bersama Burhan pada Pilwako lima tahun lalu.
Hasan, politisi yang dikenal sebagai salah satu kontraktor. Pada pemilu legislatif 2019 lalu, magister hukum ini terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Malut dari Partai Golkar. Asgar, pernah jurnalis, aktivis di sejumlah organisasi, dan kerap berbagi gagasan bernas di media arus utama (mainstream) dan online.
Tauhid, adalah seorang profesional di bidang pemerintahan. Ia menimba ilmu pemerintahan di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Sumedang, Jawa Barat, Institut Ilmu Pemerintah, Jakarta, S2 ilmu sosial di Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, dan S3 Ilmu Manajemen di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassarperguruan tinggi swasta terbaik di luar Pulau Jawa.
Tauhid meniti karier di pemerintahan Kota Ternate dengan menjadi Lurah, Sekretaris Wilayah, Sekretaris Kecamatan (Sekcam), Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah, Sekretaris Badan Pemberdayaan Masyarakat, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, dan Sekretaris Daerah Kota Ternate. Salah satu prestasinya, buku Dokumentasi Best Practice Transfer Program Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia.
Jasri, politisi yang konsisten dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang bernafas pluralis, menghargai dan mencintai perbedaan agama, suku, etnis, budaya, tradisi. Dalam berpolitik, sarjana agama ini bertujuan menyenangkan, membahagiakan orang lain. Ia tidak menjadikan politik sebagai jembatan untuk memperkaya diri karena bertentangan dengan hati nuraninya. Wajar, Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maluku Utara ini hidupnya biasa saja, tak gelimang harta, begitu juga Tauhid.
Dengan demikian, tak berlebihan untuk dikatakan, dari empat calon Wali Kota Ternate, hanya Tauhid yang memiliki ilmu dan pengalaman di bidang birokrasi pemerintahan yang mumpuni. Profesional.
Kompetensi dan profesionalisme Tauhid mengingatkan saya akan Sahrul Yasin Limpo (SYL), mantan Gubernur Sulsel dua periode yang meniti karier dari Lurah, Camat, Bupati, dan Gubernur, yang sukses memajukan masyarakat dan daerah yang dipimpinnya, karena memiliki ilmu dan pengalaman di bidang pemerintahan, laiknya Tauhid.
Merlisa dan Yamin memiliki kompetensi dan profesionalisme di panggung politik, baik karier maupun prestasi. Begitu juga Hasan, politisi yang juga bergelut di dunia jasa konstruksi atau kontraktor.
Adapun calon Wakil Wali Kota Jasri dan Asgar dari kalangan politisi, di mana Jasri lebih berpengalamantermasuk menjadi Ketua DPW PKB, ketimbang Asgar yang baru seumur jagung” dan sudah berpamitan di Nasdem. Judi dan Abdullah pernah merasakan pengalaman di birokrasi pemerintahan di waktu yang berbeda, sekalipun jenjang pendidikan dan karier atau pengalaman mereka di bidang ini tak sementreng Tauhid di atas.
Lalu, siapakah yang akan dipilih pada 9 Desember nanti? Semuanya kembali kepada pikiran rasional dan hati nurani masyarakat yang jernih. Jika memilih karena imbalan uang akan menghasilkan pemimpin yang tidak baik. Wallahu alam.**
Tinggalkan Balasan