“Jurnalis adalah pembangkit semangat, pembuat kesadaran, dan penuntun masa depan,” Katherine Anne Porter
Februari 2025, menjadi bulan yang suram bagi wartawan atau jurnalis di Maluku Utara. Masih dalam suasana Hari Pers Nasional (HPN), dua wartawan menjadi korban kekerasan yang dilakukan oknum Satpol PP Ternate saat meliput unjuk rasa ratusan mahasiwa yang menyuarakan protes terhadap kebijakan nasional #IndonesiaGelap, Senin 24 Februari 2025.
Julfikram, wartawan Tribun Ternate, terpaksa bersimbah dara saat insting jurnalismenya bekerja untuk mengabadikan momen ricuh terjadi antara masa aksi dan personil keamanan gabungan demo. Pukulan tidak manusiawi dari personil Satpol PP melayang telak di wajah Julfikram.
Bukan hanya itu, salah satu jurnalis perempuan dari Halamheraraya.com juga menjadi korban premanisme dari anak buah Fandhy Mahmud, Kasat Pol PP Ternate. Ia tak bernurani memandang Fitriyanti Safar sebagi seorang perempuan, pekerja mulia, melainkan seorang musuh yang harus ia aniaya. Sungguh disesalkan dan tidak bisa dimaafkan.
Aksi premanismen ini menambah daftar petaka bagi para pekerja pers saat menjalankan tugas mereka di lapangan.
Beberapa waktu yang lalu, salah satu rekan sejawat di Halmahera Barat mengalami nasib serupa. Bahkan, yang membuat geleng kepala adalah pelaku kekerasan itu adalah seorang pejabat publik yang memangku jabatan kepala dinas di Kabupaten Halmahera Barat.
Tak jarang juga para kuli tinta selalu dihalangi saat bekerja mengawal isu kepentinga publik.
Sebagai pekerja pers, penulis merasa sedih. Dan, mengutuk tindakan kekeran terhadap rekan sejawat saya. Memang, profesi kami tidak sehebat para pekerja di tambang, kantoran, pengusaha, kuli bangun dan masih banyak lagi. Namun profesi jurnalis adalah pekerjaan yang sangat mulia.
Setiap saat para kuli tinta yang tidak menerima gaji dari negara ini selalu hadir memberitakan informasi ke publik. Mengawal jalannya pemerintahan, pejabat yang memakan hak masyarakat, mengkritis kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap kepentingan masyarakat lewat berita.
Tapi, perlakukan sebagian banyak pemangku kepentingan beranggapan kerja junalis sangat rendah. Mereka memandang laku jurnalis hanya menggunakan kacamata kuda. Kita harus meluruskan cara pandang kita terhadap kerja jurnalis.
Kerja jurnalis memiliki resiko yang lebih besar, karena pengetahuan yang dihadirkannya akan menerpa lebih banyak orang, sehingga mampu berfungsi sebagai kontrol sosial. Banyak penguasa dan pemangku kepentingan menganggap jurnalis adalah sosok yang membahayakan kepintingan pribadi dan kelompok, terutama mereka yang bersifat otoriter, ingin terus mempertahankan kekuasaannya.
Pemukulan terhadap wartawan juga terjadi di Kabupaten Halmahera Timur. Pelakunya salah satu staf desa. Ia merasa risih saat pemberitaan mengenenai transparansi pengelolaan dana desa dianggap sebagai gangguan. Meskipun masalah itu berujung di permemintaan maaf.
Wacana tentang kekerasan terhadap jurnalis tentunya akan menyadarkan kita bahwa di balik berita-berita penting yang publik baca, terdapat aktor-aktor yang mencoba mendiskriminasi dan bertindak anarkis, dan itu resikonya ditanggung seorang kuli tinta.
Saya kemudian teringat pada pemikiran Kant “Kerja jurnalis adalah sebuah profesi yang berkaitan dengan upaya memeriksa beragam pengetahuan yang akan dihadirkan ke masyarakat umum. Pengetahuan bukan sesuatu yang diperoleh secara dogmatis tapi melalui pencarian dan proses kritisisme yang didasarkan pada akal budi manusia (Hardiman, 2011; Kant, 2021).
Sebab kekerasan yang sering dilakukan aparat penegak hukum baik dilakukan oknum TNI, Polisi, Satpol PP atau aparat pemerintah lainnya perlu dikritisi dan dikawal ketat secara bersama, sehingga praktek kekeran jangan terulang.
Kalau kita membaca MoU Dewan Pers dan stakeholder terkait sangat jelas tertera baik jurnalis dan narasumber yang tidak mengikat. Hal ini menegaskan peran jurnalis sangat dibutuhkan terhadap keterbukaan informasi dan corong pengawas kebijakan pemerintah. Bukan musuh bagi Satuan Penegak Perda (Satpol PP). Lewat tulisan ini saya ingin menyampaikan ke publik bahwa kerja jurnalis sangat bermanfaat. Jangan memandang jurnalis adalah sampah atau ring tinju serta alat memuaskan pukulan.
Tinggalkan Balasan