TERNATE-pm.com, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ternate, Abdullah angkat bicara terkait postingan akun Namaku Ranigila di media sosial Facebook yang menulis pelarian oknum Jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara (Malut), Stepanus Peter Imanuel alias Steven yang merupakan terpidana narkoba.

“Nama akun Namaku Ranigila ini setelah ditelusuri, merupakan seorang pengacara, dan saya sangat sesalkan seorang pengacara yang memahami hukum secara benar dan baik bisa menulis dan memberikan citra buruk Kejaksaan dalam mengadili terpidana yang juga oknum Jaksa,” tegas Abdullah, Senin (22/8/2022).

Ia menyampaikan, akan memberikan somasi kepada pemilik akun Facebook Namaku Ranigila untuk meminta maaf secara terbuka.

“Somasi ini berlaku 1X24 jam terhitung mulai besok. Jika hal ini tidak dilakukan atau diindahkan pemilik akun tersebut, maka atas nama institusi Kejari Ternate dan Kejati Malut akan melakukan tindakan hukum sebagaimana mestinya,” ujarnya.

Abdullah menerangkan, status tahanan kota terhadap terpidana sebelum menerima putusan berkekuatan hukum tetap Mahkamah Agung (MA), pihaknya belum memiliki tanggung jawab terhadap terpidana Steven.

“Setelah ada putusan kasasi kami terima, seketika itu juga, selaku Kajari saya langsung memerintahkan Kasi Pidum untuk melakukan eksekusi segera, ternyata terpidana sudah tidak ada di tempat dua haru sebelum surat itu diterima,” tegasnya.

Terpisah, Praktisi Hukum Maharani Carolina, pemilik akun Namaku Ranigila menegaskan, tulisan yang dipublish di akun Facebook merupakan informasi yang benar.

“Apa yang dipermasalahkan, itu kan benar, terkecuali yang saya tulis di Facebook itu tidak benar,” cetusnya.

Maharani bilang, kasus narkoba oknmun Jaksa di Kajati Malut sejak awal mengalami kendala dalam proses sidang. Pasalnya, sidang di Pengadilan Negeri (PN) Ternate sempat ditunda akibat terdakwa tidak bisa dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Seharusnya ketika terjadi hal seperti itu, pengadilan sudah harus mencabut status tahanan kota terpidana, karena tidak koparatif,” tegasnya.

Tidak dicabutnya status tahanan kota terhadap terpidana, kata Maharani, institusi harus mendesak pengadilan mengambil langkah.

“Kenapa institusi tidak mendesak pengadilan, karena institusi juga sempat kelabakan. Kenapa terpidana tidak bisa hadir dan dihadirkan saat sidang,” jelasnya.

Maharani menyatakan, ciutannya di media sosial harus menjadi satu pembenahan atau koreksi.

“Kenapa direspon dengan somasi, seharusnya mereka yang meminta maaf ke publik maupun tahanan lain yang mengalami proses dan ditahan,” pungkasnya.