TERNATE-pm.com, Kasus dugaan suap proyek dan perizinan yang menyeret eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK) dalam operasi senyap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu terus menyita perhatian publik.
Dalam pengusutan kasus itu, KPK terus melakukan pengembangan untuk menyeret keterlibatan pihak lain selain tersangka AGK dan enam orang lain. Belasa kepala dinas di lingkup pemprov Malut, pun dimintai keterangan penyidik KPK.
Praktisi Hukum dan Ahli Keuangan Daerah, Dr Hendra Karianga ikut menyoroti kasus operasi tangkap tangan (OTT) mantan Gubernur Malut.
Ditinjau dari sisi hukum, penggunaan anggaran tentu melibatkan beberapa pihak yang punya peran vital. Ia menyebut, dalam UU No 17 tahun 2023 yang mengatur tentang keuangan negara dan daerah sudah mengatur tentang prinsip-prinsip tata kelola keuangan negara.
Pertama, kata Hendra, prinsip efiseinsi, transparansi dan akuntabilitas. Artinya, pejabat yang mengelola keuangan negara atau daerah wajib pertanggungjawabkan semua kegiatan dan realisasi anggaran berdasarkan bukti-bukti yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.
Terkait pejabat yang kena OTT KPK, lanjut Dosen Hukum Unkhair Ternate ini, gubernur bertanggungjawab secara police (kebijakan anggaran), tetapi teknis pelaksanaan anggaran terletak di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan badan.
“Mereka (dinas) yang mengatur bagaiman siklus pengelolaan keuangan daerah itu. Saya contohkan, gubernur perintahkan cairkan uang. Kalau mereka tidak cairkan uang tidak bisa keluar dari kas negara atau daerah,” katanya kepada poskomalut.com, di Ternate, Selasa (16/1/2024).
Menurutnya, dalam kasus ini gubernur yang menjadi pihak paling disalahkan adalah perlakuan yang tidak fair (adil), karena pengelola keuangan daerah dalam hal ini Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (KBPKD), Ahmad Purbaya, juga harus dimintai pertanggungjawaban.
Hendra menjelaskan, dalam struktur penganggaran, kepala dinas adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Ada juga Pejabat Pengelola Anggaran (PPA) dalam hal ini Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), semestinya paling bertanggung jawab.
“Jadi police anggaran ada di gubernur, tapi teknisnya ada di bawahannya. Mengapa prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang diatur dalam UU No 17 tahun 2023 tidak dipatuhi,” tanya Hendra.
Dengan begitu, Hendara meyakini jika KPK terus mengembangkan kasus ini maka Ahmad Purbaya sebagai pemegang kunci keuangan daerah pasti terseret masuk. Dia (Ahmad Purbaya) tidak bisa lolos dari kasus ini, karena secara teknis memiliki peran sebagai pemegang kunci keuangan daerah.
Terkait tiga objek perkara yang disangkakan kepada AGK, Hendra menyarankan dapat dilidik lebih jauh soal peran eks gubernur ataukah pejabat teknis punya peranan lebih krusial.
Misalnya dalam proses lelang, kewenangannya buka gubernur, namun badan terkait yakni ULP.
“Pejabat di dinas itu yang harus bertanggung jawab,” cetusnya.
Ia menyebut, dalam pengelolaan anggaran proses lelang yang harus bertanggung jawab adalah KPA, PPA dan PPK dan ULP.
Terhadap kasus AGK, Hendra, kembali meyakini jika tim penyidik KPK terus melidik dan mengumpulkan bukti-bukti yang kuat, Kepala BPKAD, Ahmad Purbaya bisa dijerat lembaga antirasua itu.
“Saya hakkulyakin kalau KPK mendalami kasus ini Ahmad Purbaya pasti terlibat. Dia itu pemegang kunci. Kalau dia tidak buka kunci ya tidak keluar itu uang,” tegas Hendra.
Tinggalkan Balasan