Saat musim ombak mendera, perahu kayu dan Speedboat menepih di pantai Hao Madaha pun takut terhantam ombak. Sangat Waspada kalau masuk di teluk kecil ini. Kendaraan laut itu terpaksa mencari teluk pelindung dari amukan ombak agar penumpang bisa di selamatkan bagi orang-orang yang pergi ke Ternate atau yang hendak ke Hiri. Nasib yang luar biasa.
Masalah dermaga Hiri yang terkatung-katung lamanya telah melahap lintasan penyebrang masyarakat yang menikmati buah bibir pantai Sulamadaha nyaris tanpa menginjak kaki diatas beton dermaga. Dulu dan sekarang kerinduan adanya dermaga masih terus mengiang-ngiang.
Wawan Ilyas kelahiran Tomajiko, Pulau Hiri, berpendidikan terakhir magister Sosiologi alumni Universitas Gadja Mada. Kini, Ia berstatus sebagai dosen di salah satu kampus Institut Agama Islam Negeri Ternate. Selain bekerja sebagai dosen, lelaki muda single berusia 29 tahun itu aktifitasnya terbagi pada mahasiswa dan pemuda Hiri untuk mendiskusikan masalah dermaga Hiri dalam kekuasaan pemerintah Kota yang meruncing.
Bahkan Ia kembali memandu jalan demonstran yang dulunya sudah di bangun namun tak membuahkan hasil. Dan Ia di percayakan sebagai kordinator lapangan demonstran kemudian menggerakan jalan demonstran dari satu titik ke titik lainnya.
“Kita harus melakukan demonstran di Hiri untuk memintah sikap pemerintah Kecamatan agar sama-sama demo di kantor Walikota nanti,” katanya memulai di hadapan mahasiswa dan pemuda Hiri yang berkumpul di rumah baca Kelurahan Faudu.
Minggu sore, sekumpulan rumpun berdiskusi dan bersepakat memberi nama ‘Aliansi Masyarakat Pulau Hiri’ yang keesokan harinya untuk melakukan demonstran. Katanya dengan nada sigap. “Pasca gerakan di Hiri, kita akan buat demonstran di Ternate,” ia membangkitkan gerakan dan memobilisasi masa aksi berawal dari pulau kecil itu hingga menuju masa aksi yang ada di Ternate.
Demonstran memecah pada senin, 24 Agustus 2020, di area pelabuhan Togolobe. Sembari kedatangan Camat bersama jajarannya dari Ternate menuju Hiri agar menuntut heraing terbuka bersama masa aksi dan juga masyarakat yang sempat ikut menyaksikan. Tuntutan pun di iyakan oleh Camat dan menuai kesepakatan dalam demonstran sekian kalinya.
Usai setingan semalam di sekret Pusmat, juga dari gabungan beberapa elemen strategis organisasi mahasiswa turut hadir. Rabu pagi bertanggal 26 Agustus itu, mendung langit kadang berganti terik. Habis terik berganti mendung agak lebih lama. Masa aksi sudah mendatangi kantor Walikota, nampaknya pihak Polisi dan Satpol PP sedang menjaga. Depan pagar, mobil open cup warna hitam yang dilengkapi sound sistem menghadap depan dan di keremuni masa aksi menyorak pertanda seakan amarah mau mencekik leher kekuasaan.
Wawan berdiri sambil membobot orasinya. Tak lama, ketika amarah masa aksi memuncak dan menggoyang pintu besi, sempat terjadi gesekan oleh masa aksi dan pihak keamanan. Masa aksi pun kembali dirapikan oleh Wawan bahwa tidak ada gerakan tambahan sembari mendengar arahannya. Berapa jam berlalu, bapak Walikota keluar dari dalam kantor bersama rombongannya menghampiri kerumunan masa aksi. Disitulah hearing terbuka.
“Kesempatan siang ini, pemerintah Kota setujuh untuk membangun dermaga Hiri di Sulamadaha. Kita akan mengajukan dana perubahan APBD tahun anggaran 2020. Saya akan panggil dinas Pekerjaan Umum dan dinas Perhubungan untuk kaji melihat bagimana membangun jembatan di Sulamadaha,” tutur Burhan Abdurahman dihadapan masa aksi.
“Pa Wali, atas kesepakatan hari ini ada Momenrandum of Understanding atau dikenal surat kesepakatan pembangunan dermaga. Saya kordinator mewakili masa aksi. Dan juga enam lurah se-kecematan, Camat, ketua DPRD, dan Walikota, bahwa tahun 2020 harus ada kepastian tahap awal dermaga Hiri. Di istilahkan pengerukan lokasi harus ada,” jawab Wawan ketika kembali bicara.
Mendengar ucapan Wawan, masa aksi berteriak “betul…” berkali-kali dalam semangat domonstrannya. “Kami minta waktu untuk tanda tangan MoU diatas materai 6000 bahwa, MoU itu menjadi pegangan kami. Jika waktu yang kami tetapkan tidak ada bukti bahwa pemerintah Kota tidak membangun dermaga maka, kami akan boikot logistik pilwako,” tambah Wawan dalam nada tegas.
Kemudian Ardian selaku moderator demonstran menyelah orasinya ditengah masa aksi yang masih menyoraki kesal dalam masa kepemimpinan Walikota sepuluh tahun belakangan.
“Atas dasar kesepakatan masa aksi, kami harap pa Wali komunikasi ketua DPRD harus hadir disini. Selain itu, ada tawaran pembahasan anggaran 2020 juga ada keterlibatan masyarakat Hiri,” ujarnya.
Hanya dalam waktu sekejab, Walikota pun masuk ke ruangan. Siang itu pula, Wawan bersama delegasi kawan demonstran persilahkan masuk di salah satu ruangan Kepala bidang pemerintah untuk mengetik naska MoU. Lantas, menunggu beberapa jam kemudian agar tanda tangan kesepekatan naska oleh belah pihak pun segera berlangsung.
Sebagian masa aksi sudah masuk dalam area kantor dan sebagiannya masih didepan pintu pagar melanjutkan orasi. Tengah teras kantor Walikota, berkumpul kerumunan dari gabungan TNI/Porli, Satpol PP, pemerintah Kota, pemerintah Kecamatan, serta Masa aksi menyaksiskan; Wawan bersama delegasi teman demonstran, Walikota, dan pemerintah kecamatan mentandatangan surat MoU. Setelah dari itu, masa aksi pun bubar membawa hasilnya sebagai pegangan bukti.
Tepat tanggal 3 September, DPRD Kota Ternate menteken MoU bersama front demonstran dalam sepakati audens. Wawan dan beberapa kawannya pun hadir menyampaikan tuntutan. Setelah dari itu, mereka bubar dan membawa pulang hasil yang masih tetap sama akan membuat dermaga Hiri dalam pembahasan anggaran APBD perubahan.
Seiring berjalannya waktu, Wawan bersama mahasiswa dan pemuda Hiri kembali melakukan demonstran di Hiri dengan alasan tuntutan mendesak Pemerintah Kota segera tindak lanjuti dermaga Hiri tanpa menunda waktu.
Demonstran itu mengingatkan kembali Wali Kota dan DPRD Kota Ternate yang sudah tanda tangan Memorandum of Understanding (MoU) dan kemudian mengesahkan anggaran pelabuhan transportasi Ternate-Hiri dalam anggaran APBD Perubahan tahun 2020.
“Ini mendesak pemerintah Kota agar tidak menunda pelaksanaan tahap awal dermaga Hiri sebelum tanggal 9 Desember seharusnya sudah pendaratan alat berat di lokasi Sulamadaha,” kata Wawan saat hearing bersama Camat.
“Itu sudah disepakat dalam surat MoU, berharap menunggu pelaksanaan pembangunan pelabuhan Hiri. Pemerintah Kecamatan akan tetap bersama Mahasiswa dan Pemuda Hiri mengawal pelabuhan Hiri dalam bulan Oktober ini,” jawab Rustam.
Setelah hearing bersama pemerintah kecamatan, orasi pun berjalan hingga berhenti di sore hari. Pada Selasa, 23 Oktober, rapat Paripurna di gedung DPRD pun berlangsung. Hasil dari pembahasan itu dimasukan dermaga Hiri dalam anggaran APBD Perubahan dengan jumlah Rp 890 Juta. Akhir Oktober memasuki awal November, belum ada tanda-tanda pelaksanaan tahap awal pembangunan dermaga.
Anggaran 890 itu masih tertahan di Provinsi untuk evaluasi. Kemungkinan hal ini di politisir anggaran pelabuhan. Pertanyakan, evaluasi di Provinsi jangan terlalu lama sebab, awal November kita desak pemkot seriusi tahap awal,] tulis wawan yang membagikan informasi di media grub Hiri Institut yang menganggap janji pemerintah kota seperti momok yang menakutkan.
Sambil menunggu langkah kerja pembangunan dermaga yang masih samar itu, Wawan berharap; pendaratan alat berat, pembuangan material, dan penggerukan lokasi setempat sudah harus jalan. Itu pun belum ada langkah nyata bak miris bahasa manis yang ucapkan pemimpin kota sangat meraut.
Wawan bersama teman-teman demonstran terus berggelora. Amarah pun memuncak karena belum ada kejelasan proyek dermaga Hiri itu. Dengan sikap menegas jika dermaga tidak di akomodir, maka demonstran kerap menjadi pemicu. Ia juga menyoalkan sikap pemkot tidak jelas, sebab anggaran dermaga Hiri konon menjadi bahan evaluasi pemerintah Provinsi. Meski demikian, sekarang ini, jalan demonstran tetap berlanjut hingga pembangunan dermaga Hiri rampung.[**]
Tinggalkan Balasan