Oleh: Dr. Karman La Nani, S.Pd., M.Si (Koorprodi S2 Magister Pendidikan Matematika & Wakil Ketua Bidang Pendidikan PWM Maluku Utara)
Tepatnya hari Rabu 27 November 2024 bertepatan dengan 25 Jumadil Ula 1446 menjadi puncak pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak dilaksanakan di seluruh provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, rukun warga (RW) dan rukun tetangga (RT) di Indonesia melalui petugas pemungutan suara (TPS). Pilkada bagi penyelenggara dan semua masyarakat mengharapkan terpilihnya pasangan pemimpin, dan menjadi tujuan dari setiap partai pengusung untuk mengantarkan kandidatnya menduduki kursi pemerintahan.
Tidak hanya itu, setiap partai dan semua masyarakat mengidamkan terpilihnya pemimpin yang bersih, terpercaya, dan berwibawa sebagai kepala pemerintahan di setiap daerah. Menggapai harapan tersebut, proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi di Indonesia. Keberhasilan Pilkada tidak hanya diukur dari kelancaran proses pemungutan suara, tetapi juga dari keakuratan (valid) dan kebersihan data statistik hasil pemilihan.
Bersihnya data statistik hasil Pilkada menjadi fondasi bagi legitimasi pemimpin yang terpilih untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi, serta stabilitas sosial dan politik di daerah. Bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menetapkan peraturan, melakukan beberapa terobosan, agar dapat menciptakan pemilu yang bersih. Menurut Husni Kamil Manik (2015) melalui seminar ”membangun pilkada serentak yang bersih” menjelaskan, bahwa data hasil pilkada tidak hanya sebatas bersih dalam soal pendanaan atau penggunaan uang negara saja, tetapi juga bersih pelaksanaannya sesuai dengan undang-undang serta peraturan yang mengatur mengenai tahapan pemilu itu sendiri.
Pilkada bersih tidak hanya menyoal uang, pendanaan dan sebagainya, tetapi juga menyangkut hal-hal lain yang besifat substantif, seperti aturan yang berkaitan dengan pilkada atau hal lain yang mendukung pilkada bersih, sesuai dengan asas pemilu Langsung Umum Bebas Rahasia (LUBER). Sementara itu Direktur Perludem Titi Anggraini (2015) meyakini bahwa tingginya biaya politik yang dikeluarkan oleh para pasangan calon dapat memicu potensi korupsi di daerah tersebut.
Terobosan undang-undang yang mengatur tentang mahar politik maupun kampanye pasangan calon, menurut Titi Anggraini (2015) dirasa masih belum sempurna, sebab aturan yang ada dalam undang-undang tidak mengatur terkait sanksi saat pasal tersebut ditabrak oleh pasangan calon. Sementara itu, Donal Fariz (2015) sebagai perwakilan ICW merasakan adanya ironi dalam pendanaan pilkada serentak.
Memperhatikan pendapat dan pandangan di atas, tentunya antara harapan dan keraguan bagi masyarakat tertentu tentang ”jujurkah”, atau ”bersihkah” data statistik hasil pilkada? Hal ini menjadi tanda tanya yang perlu dijawab secara akadamik dan ilmiah. Menjawab pertanyaan tersebut melalui terungkapnya secara transparan, terutama bagi penyelenggara sehubungan dengan proses pilkada, kegiatan kampanye, rekrutan dan kejujuran petugas, transparansi pengawasan, transparasi perhitungan yang melibatkan saksi dan masyarakat, digitalisasi pengimputan data secara terstruktur dari TPS ke KPU, dan kondisi publikasi data hasil pilkada.
Mengapa Bersihnya Data Penting?
Data statistik hasil Pilkada mencakup semua informasi terkait jumlah suara yang diberikan, baik suara sah maupun tidak sah, serta distribusi suara di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Data statistik yang bersih adalah data yang bebas dari manipulasi, akurat, dan transparan. Ada beberapa alasan mengapa kebersihan data statistik hasil pilkada menjadi sangat penting: (1) Legitimasi Pemimpin Terpilih.
Pemimpin yang terpilih melalui proses Pilkada yang data statistik hasilnya bersih akan mendapatkan legitimasi yang kuat dari masyarakat. Sebaliknya, jika terdapat dugaan kecurangan atau manipulasi data, legitimasi pemimpin akan diragukan, akhirnya dapat mengganggu proses pemerintahan di daerah. (2) Kepercayaan Publik Terhadap Demokrasi. Bersihnya data statistik hasil pilkada menjadi indikator integritas dari sistem demokrasi itu sendiri. Apabila masyarakat melihat bahwa data hasil Pilkada diolah secara jujur dan transparan, kepercayaan mereka terhadap institusi penyelenggara pemilu seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) akan meningkat. Sebaliknya, ketidakbersihan data statistik hasil pilkada dapat memicu ketidakpuasan dan protes yang merugikan stabilitas sosial. (3) Mencegah Konflik Sosial dan Politik.
Ketidakbersihan data statistik hasil Pilkada sering menjadi pemicu konflik, baik di tingkat masyarakat maupun antara pendukung kandidat yang bersaing. Kecurigaan terhadap hasil Pilkada dapat berujung pada perselisihan yang memecah belah masyarakat. Memastikan data hasil pilkada yang bersih, tentunya akan meminimalisir terjadinya konflik, sehingga terciptanya pilkada damai sebagai harapan masyarakat, penyelenggara, dan pemerintah.
Tantangan dalam Menjaga Kebersihan Data Statistik Hasil Pilkada.
Meski idealnya data statistik hasil Pilkada harus selalu bersih, terdapat tantangan yang dapat mengganggu integritas data tersebut, antara lain: Praktik Manipulasi dan Kecurangan: apabila masih ada pihak-pihak yang mencoba memanipulasi data statistik Pilkada untuk keuntungan kandidat tertentu, baik melalui penggelembungan suara, pengurangan suara lawan (pasangan lain), atau pemalsuan data di tingkat TPS, PPK, dan KPU, maka tentunya akan menjadi pemicuh munculnya keraguan publik dan dapat mengakibatkan terjadinya konflik.
Teknologi dan Keamanan Data: Penggunaan teknologi dalam rekapitulasi data suara, seperti Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng), membawa manfaat besar tetapi juga membuka potensi risiko keamanan data.
Ancaman seperti peretasan atau sabotase terhadap sistem dapat mengancam kebersihan data statistik hasil Pilkada. Faktor ini juga mejadi sumber kecurigaan setiap pendukung pasangan calon sebagai sumber konflik. Kurangnya Transparansi dan Pengawasan: Kurangnya akses masyarakat dan pemantau independen terhadap proses penghitungan dan rekapitulasi suara dapat membuka celah untuk terjadinya kecurangan.
Mengantisipasi kelalain terjadinya tiga tantangan di atas, tentu diperlukan langkah-langkah untuk menjamin bersihnya data statistik hasil pilkada. Langkah-Langkah untuk Menjamin Bersihnya Data Statistik Hasil Pilkada
Agar data statistik hasil Pilkada tetap bersih, diperlukan berbagai upaya terpadu dari keterlibatan semua pihak, mulai dari penyelenggara pemilu, masyarakat, hingga aparat penegak hukum. Beberapa langkah penting yang perlu dilakukan: (1) Digitalisasi dan Transparansi.
Penerapan teknologi dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara perlu dibarengi dengan transparansi yang tinggi. Misalnya, penyediaan akses real-time kepada publik terhadap hasil perolehan suara melalui platform resmi KPU. (2) Pengawasan Ketat. Peran Bawaslu, masyarakat sipil, dan lembaga pemantau independen sangat penting untuk memastikan setiap tahap proses Pilkada berjalan sesuai aturan. Pengawasan yang efektif dan transparan dapat mencegah terjadinya manipulasi data. (3) Penegakan Hukum yang Tegas. Bagi pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam manipulasi atau kecurangan data, sanksi hukum yang tegas perlu diterapkan untuk memberikan efek jera dan menjaga integritas sistem Pilkada. (4) Edukasi dan Partisipasi Masyarakat.
Masyarakat perlu diberikan pemahaman mengenai pentingnya menjaga data statistik hasil Pilkada yang bersih. Partisipasi aktif masyarakat dalam memantau jalannya Pilkada menjadi salah satu benteng pertahanan terhadap kecurangan data statistik hasil pilkada. Kesimpulan. Bersihnya data statistik hasil Pilkada merupakan mewujudkan demokrasi yang sehat dan berintegritas. Data statistik hasil pilkada yang bersih mendukung legitimasi pemimpin terpilih dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi. Guna semua itu, diperlukan adanya kolaborasi antara pelaksana, pengawasan, penegakan hukum, teknologi dan partisipasi masyarakat sebagai solusi menjamin data statistik hasil Pilkada yang bersih, menjadi fondasi demokrasi dan menciptakan pemimpin daerah yang benar-benar mewakili kehendak rakyat. **
Tinggalkan Balasan