Oleh: Mas Jun (Pemerhati Sosial)

PHP Tikep, Meskinya Tak Dikabulkan MK

"Prosesi demokrasi adalah sebuah ritus kedaulatan yang dihelat dalam pentas perpolitikan Indonesia. Maka semua orang yang terlibat didalamnya harus hidmat dan khusyuk dalam ritus itu" Jun

Panggung politik selalu menghadirkan hal-hal menarik dan sulit diduga. Apalagi jika diatas panggung itu, diikutsertakan para pementas yang enggan menerima kekalahan. Sebab dengan kehadiran mereka durasi pentas politik pasti akan diperpanjang karena skenarionya selalu over time dari yang sudah di tentukan oleh KPU sebagai penyelenggara pentas.

Dan begitulah skenario Pilwako Kota Tidore Kepulauan, skenarionya diperpanjang oleh Salahuddin Adrias dan Muhammad Djabir Taha dengan shine Perselisihan Hasil Pemilu ke meja hijau Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal rakyat Tidore sudah mulai bosan dengan drama politik yang terkesan kurang berlatih akting ini.

Betapa tidak? Sejak awal kontestasi Salahuddin Adrias dan Muhammad Gayoba dengan jargon SALAMAT ini sudah dipastikan kalah menghadapi Ali Ibrahim dan Muhammad Sinen, Petahana walikota dan wakil walikota Kota Tidore Kepulauan.

Indikatornya sederhana, Tingkat Kepuasan masyarakat terhadap pasangan petahana, Ali Ibrahim dan Muhammad Sinen berdasarkan hasil survei mencapai 80% tingkat kepuasan. Sehingga bila disubstitusikan ke dalam angka suara pemilu tanpa ada kampanye maka 80% juga masyarakat Tidore pasti memilih petahana, bahkan bisa lebij dengan asumsi tidak puas belum tentu tidak suka dan tidak memilih.

Artinya bahwa jika dihadap-hadapkan head to head antara AMAN vs SALAMAT, masih menyisahkan kemenangan AMAN diangka 60% s/d 75% dengan durasi kampanye selama 3 bulan berjalan. Maka tak heran bila dengan tiga pasangan calon yakni; Basri Salama dan Guntur Alting (BAGUS), Ali Ibrahim dan Muhammad Sinen (AMAN) serta Salahuddin Adrias dan Djabir Taha (SALAMAT) dimenangkan oleh pasangan AMAN dengan perolehan 45.% disusul oleh SALAMAT 30% dan BAGUS 25%.

Sehingga gap antara pemenang pertama dan kedua dengan angka 15% adalah hal yang sudah menjadi de javu politik bagi yang mengikuti perkembangan politik di Kota Tidore Kepualauan sejak awal. Dan bahkan ada yang berekspektasi lebih jauh daripada angka-angka itu jika SALAMAT dan BAGUS tidak menggunakan cara-cara lain selain cara-cara yang wajar dalam politik untuk mempengaruhi pemilih, tetapi ini hanyalah sebuah dugaan hipotesa karena kami tidak berkepentingan untuk mengungkapkan hal itu.

Sampai disini kita masih dapat menyimpulkan bahwa kemenangan AMAN adalah kemenangan yang sudah menjadi de javu politik. Kemenangan yang benar-benar menjadi kehendak demokrasi di Kota Tidore Kepulauan.

Sementara, terkait dengan diperpanjangnya durasi pemilihan walikota Kota Tidore Kepulauan dengan Shine PHP di MK, adalah hal yang ada diluar dugaan. Tetapi bukan Salahuddin Adrias jika tidak membawa hasil pemilukada di MK meski tanpa alasan yang kuat. Sebab hal ini sudah terjadi sebelumnya saat Salahuddin turut dalam kontestasi melawan Achmad Mahifah pada periode 2010-2015 lalu, dan hasilnya tetap kalah di MK.

Hal yang sama juga terjadi saat ini, setelah mempelajari bahkan dengan tegas tersurat juga dalam permohonan pemohon yang dilayangkan oleh Salahuddin Adrias dan Tim Hukumnya ke MK, tertulis dengan jelas dalam salah satu poinnya bahwa permohonan pemohon yang diajukan tidak terkait dengan Perselisihan Hasil Pemilu (PHP). Yang artinya bahwa Salahuddin dan Timnya sedang mengada-ada perkara untuk dijadikan sebagai materi permohonan pemohon agar dapat disidangkan oleh MK.

Padahal, sudah sangat jelas dalam lampiran V Peraturan Mahkamah Konstotusi (PMK) nomor 6 tahun 2020, dalam poin tentang Perselisihan Hasil Pemilu pemilihan Bupati/Walikota mengisyaratkan agar PHP dimohon ke MK jika memenuhi syarat selisih 2% untuk jumlah penduduk dibawah 250.000 (dua ratus lima puluh) ribu jiwa, dan Kota Tidore termasuk didalamnya.

Artinya bahwa dengan syarat itu, sedang selisih perelohan suara antar Paslon AMAN dan SALAMAT sebesar 15% mestinya permohonan yang diajukan oleh Salahuddin Adrias bersama Timnya dinyatakan void ab initio atau batal sejak awal dan atau batal demi hukum. Sebab dalam aspek manapun petitum yang diajukan oleh Tim SALAMAT tidak memliki landasan untuk disidangkan.

Mengakhiri tulisan ini, kami mengajak kepada semua pihak baik dikubu AMAN, SALAMAT maupun BAGUS agar sama-sama menjaga marwah demokrasi kita di Kota Tidore Kepulauan. Pilihan boleh beda tapi kita semua berpijak diatas "toma loa se binari" jangan mudah terprofokasi oleh oknum-oknum yang sengaja mangacaulan kedamain di negeri ini. Syukur dofu.

Komentar

Loading...