Mukhtar: Pemprov Harus Pangkas Anggaran Perjalanan Dinas dan Kegiatan Serimoni lainnya.
SOFIFI-PM.com, Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut melakukan pinjaman kepada pihak ketiga senilai Rp 500 miliar mendapat reaksi keras dari ekonom Mukhtar Adam.
Kepada wartawan Posko Malut, Kamis (7/11) kemarin, staf ahli kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini menilai nilai pinjaman Rp500 miliar tersebut cukup fantastis, dan akan menambah beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). “Pinjaman Rp 500 miliar itu tidak rasional, dengan kapasitas APBD Provinsi Rp 2,7 triliun. Ini sama halnya dengan Pemprov Malut menggadaikan uang daerah sebesar 18,52 persen ke pihak ketiga, tentu sangat memberatkan APBD setiap tahun, karena beban pengembalian pokok dan bunga,” kata Mukhtar.
Menurutnya, pinjaman daerah dimungkinkan dalam regulasi keuangan Negara. Namun, yang perlu diperhatikan apakah pinjaman itu berdampak positif atau negatif kepada daerah. Problem bagi Malut saat ini pada pola alokasi belanja yan belum efisien, akibatnya alokasi pendanaan sangat menguras APBD dari belanja yang tidak produktif. ”Hemat saya kondisi fiskal 2020 dengan sedikit efisiensi di berbagai kegiatan yang tidak produktif seperti kegiatan serimoni, perjalanan dinas, dan berbagai kegiatan yang tidak prioritas sudah bisa mencapai Rp 500 miliar. Jadi tidak perlu dilakukan pinjaman,” katanya.
Disentil soal pinjaman pihak ketiga untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pelaksanaan STQ Nasional tahun 2021, kata Mukhtar harus dibebankan pada APBN bukan APBD. “Jika infrastruktur terkait STQ Nasional maka yang menjadi beban adalah APBN bukan membebani APBD, karena kegiatan nasional yang menjadi wewenang negara alokasinya lewat APBN,” ujarnya.
Karena itu, dia meminta kepada DPRD provinsi (Deprov) Malut agar dapat menguji kesahihan dari usulan pinjaman yang diajukan Pemprov Malut. Menurut Mukhtar, ada empat hal yang bisa dilakukan Pemprov dalam menghindari pinjaman yakni, pertama Tim Anggaran Pemerintah daerah (TAPD) melakukan penyisiran program dan kegiatan yang tidak prioritas, kedua ubah peraturan gubernur tentang standar biaya perjalanan dinas yang sangat mahal itu, ketiga Melakukan telaah terhadap standar harga yang sangat bombastis, dengan mengunakan asumsi inflasi dibawah 3 persen tahun 2020, keempat, gubernur memimpin langsung efisiensi belanja dan DPRD jangan terlalu banyak menuntut alokasi belanja yang berlebihan. (Lilo/red)
Tinggalkan Balasan