(Sebuah Tafsir Futuristik)

Oleh : Lasman A. Husain
Penggiat Literasi ToBacca

Riak ombak dan gemercik burung camar yang lihai mengudara menjadi pintu masuk. Dari kejauhan pulau panjang tersebut seolah memeluk Failonga, sebuah pulau kecil bak pionir dalam pencaturan itu tampak kokoh, pulau yang mendiami wilayah timur Tidore merupakan pulau tak berpenghuni. Sebuah perahu layar berjalan lamban, dilanjutkan dengan tiga pasang manusia yang asik melantunkan tarian daerah, berkebaya lengkap dengan lengso yang dijumput menggunakan jari tangan dan telunjuk dimainkan mengikuti alunan musik.

Viktor Hutabarak, si penyanyi tersebut berpakian khas Maluku Utara, menggunakan Tidore sebagai blackgraoud untuk melihat Halmahera memiliki alasan artistic tersendiri. Walaupun tidak secara holistic dapat merekam Halmahera secara utuh, akan tetapi menggunkan frame Tidore hampir sebagaian besar geografis Halmahera yang meliputi kawasan timur, barat dan utara dapat direkam secara jelas. ‘‘Salam mesra/salam mesra buat Halmahera’’  lirik pembuka yang sesusai dengan judul lagunya “Salam Mesra Buat Halmahera” merupakan kompilasi dari album Senandung Halmahera, sekaligus sebuah lagu yang menguratkan kerinduan dari seorang perantau. Lewat lagu tersebut penyanyi seolah beradu kenangan masa lalu yang melekat padanya,  tanah yang dijejakinya pertama ketika lahir. “Di sanalah di sanalah/aku dilahirkan” pengulangan kata ‘di sanalah’ dalam bait lagu tersebut seolah memberi penegasan bahwa ia dilibatkan dalam sebuah episode yang barangkali sulit atau bahkan tidak mungkin dilupakan. “Meski jauh, meski jauh/ terasa dekat” pada bait ini, secara telanjang memberi kesan bahwa Halmahera hanya berjarak sejengkal, meski secara realitas ia jutru terpisah dengan Halmahera bermil-mil.

Seperti puisi setiap bait beradu majas dan pada bait ini “sayup merdu nyanyian dara membuju rasa”mengguratkan keriduannya yang hanya berjibaku lewat memori.

Jika Viktor Hutabarak, menguratkan kerinduannya lewat karya “Salam Mesra Buat Halmahera” kabar kurang menyenangkan menghampiri masyarakat Halmahera, Muhlis Ibrahim harus menyiapkan sebuah puisi baru yang barangkali lanjutan dari episode Toguraci (2017). MembacaToguraci demikian menjadi paradox dengan apa yang dikatakan Viktor dalam salah satu bait di lagu tersebut “Sayup Merdu nyanyian dara membujuk Rasa” telah berubah menjadi “Ekspolitasi Penuh Basa-basi, Lubang Raksa Masih Menganga Kini Merintis Lorong Melubangi Ibu Bumi.” Sebab, Halmahera dalam paradigama Viktor yang cenderung melankolis telah berganti wajah mekanistik ala Muhlis Ibrahim.

Surat kabar Harian Tempo (07/10) memberi penegasan Halmahera mengalami tranformasi yang cukup hebat dari paradigma Viktor ke Muhlis, Halmahera dalam ancaman serius, sebagaimana yang disampaikan Muhlis dalam puisi Toguraci “Tanah berlimpah sumber daya namun kita tidak berdaya / Zat cair sianida tercecer / pertambangan rakyat yang dicecer” menjadi realitas. “Ada 34 izin pertambangan yang beroperasi di Halmahera Timur seluas 197 ribu hektar. Dari jumlah tersebut 12 perusahaan pemegang izin diketahui telah melakukan eksploitasi di kawasan hutan. Suku lokal yang terkena aktivitas tambang itu antara lain, Suku Pagu, Tobelo Dalam, Kao, Makian, Gane Buli, Wasilei, Sahu, Ibu, Fritu, Weda Patani, Kobe…” Tulis Tempo.

Membaca puisi Togurasi (2017) membawa imajinasi kita tentang Halmahera yang (akan) berubah drastic. Kita tidak lagi menikmati keadaan sebagaimana yang didendangkan Viktor “Sayup merdu nyanyian dara” jika diksi ‘dara’ ditafsir sebagai pigura keanekaragaman hayati Halmahera, maka kita siap menunggunya lenyap. Sebab dari data Tempo (07/10) ekspoitasi pertambangan mengancam beberapa spesies endemik Maluku Utara, di antaranya; Burung Nuri, Kakak Tua Putih, Nuri Kasturi Ternate, Bidadari, Lebah Raksasa Wallacea, Cekakak Murung, Kapasan Halmaera.

Tentu saja kita tidak boleh terjebak dalam “Salam Mesra Buat Halmahera” ala Victor, akan tetapi sah-sah saja menikmatinya sebagai pengantar tidur bukanlah hal yang berlebihan. Bila kita terjebak maka bersiaplah Togurasi telah siap menjadi himne untuk kematian Halamahera secara esensial. []