Sang Pengagum Bung Hatta

Oleh: M. Kubais M. Zeen
Penulis, Editor. Esai dan artikelnya pernah dimuat Koran TEMPO,  Seputar Indonesia, Koran SINDO, Posko Malut, Malut Post, Seputar Malut.

Selain terinspirasi semangat juang Tan Malaka, Jasri Usman teramat mengidolakan Bung Hatta—Proklamator RI yang terkenal dengan pemikiran ekonomi kerakyatan/koperasi, kesederhanaan, dan tidak pernah mengambil hak orang lain.
Jasri adalah calon Wakil Wali Kota Ternate, berpasangan dengan mantan Sekda Kota Ternate Tauhid Soleman, calon Wali Kota, yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasional Demokrat (NasDem) pada pilwako tahun ini. Pasangan ini tampil dengan akronim TULUS.

Banyak orang menyebut Jasri adalah pribadi yang tergolong unik, langka. Sebagai Ketua PKB Provinsi Maluku Utara, ia tak pernah menampakkan, apalagi membanggakan jabatannya itu di hadapan siapapun. Sebab, dalam kesadarannya, jabatan adalah amanah yang tak hanya dipertanggungjawabkan kepada manusia, melainkan juga kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, di kemudian hari.

Tak heran, di luar kegiatan formal, Jasri biasa saja penampilannya, apa adanya, sehingga terkadang orang menyangka dia orang biasa yang tak bernilai. Begitupun pergaulannya, tak membedakan latar belakang agama, etnis, suku, budaya, sosial-ekonomi/pekerjaan, dan organisasi yang diakui negara. Sebab, bagi Jasri, sebagaimana diajarkan di dalam ajaran agama yang diyakininya, semua manusia sama di hadapan Tuhan, kecuali kadar amal dan perbuatan. Pandai pula berbahasa Tobelo-Galela.

Pandangannya tentang manusia itulah, membuat Jasri tidak sombong, tidak tanam wibawa, tidak bermuka masam, merasa bahagia jika telah membahagiakan orang lain, komitmen, tidak mengambil hak orang lain, tidak merendahkan sesama manusia, menegur kekeliruan tanpa menyakiti, santun betutur kata, bersenda gurau pada tempatnya, dan seterusnya.

Sederet karakter yang demikian kukuh tertanam dalam dirinya selama ini, tak terlepas dari hati dan pikirannya yang bening dan tulus. Karakter ini, selain berlandaskan pada ajaran agama, juga lembaran hidup di masa kecilnya. Ayahnya, dipercaya masyarakat dalam waktu lama sebagai imam masjid, dan sang Ibu, selalu mengingatkan agar jangan pernah mengambil hak orang lain. Di samping pendidikan dalam keluraga, tentu saja, dalam pendidikan formal.

Karakter seorang Jasri mengingatkan saya petuah para ulama termasuk Gus Mus (KH. Mustofa Bisri), yang menyatakan bahwa milai terpenting seorang manusia ialah akhlak, perilaku, dan pergaulannya dengan sesama manusia. Sebab, banyak orang yang rajin shalat, namun akhlak, perilaku, dan pergaulannya tak selaras dengan makna shalat itu sendiri.

Selain itu, Jasri adalah seorang pekerja keras yang berharap keridhaan Tuhan. Sejak kecil, dia menjadi pekerja kelapa kopra hingga menjadi buruh di perusahaan minyak goreng Bimoli, Toboko, dan buruh Pelabuhan Feri, Bastiong Ternate. Semua itu dilakukan demi memandirikan dirinya agar tak bergantung hidup dari keringat orang lain, dan tetap memegang teguh petuah ibunya agar tidak mengambil hak orang lain.
Ajaran Islam menekankan setiap manusia bekerja keras dan jujur, sebagaimana dikemukakan juga oleh para ulama dan cendekiawan Muslim besar dunia, di antaranya Ibn Khaldun, Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabatabai, Seyyed Hussein Nasr, Abdurrahman Wahid, Yusuf Qardhawi, Nurcholis Madjid, Ahmad Syafi’i Maarif, Muhammad Imaduddin Abdulrahman, dan Haidar Bagir, dalam karya-karya mereka.

Hal-hal tersebut oleh Danah Zohar, Ian Marshal, dan Taufik Pasiak, disebut kecerdasan spiritual, dan sejumlah studi menunjukkan bahwa kecerdasan ini menjadi kuncu kesuksesan para pemimpin.(***)

Komentar

Loading...