WAKTU SENGGANG
Barangkali, berhenti sejenak lalu berpikir adalah perihal sederhana dari sekian banyak ejaan yang telah kita lakukan di hari kemarin.
Kita perlu sejenak memulihkan raga. Dari aktivitas yang kita lakoni setiap harinya untuk berpikir tentang hirup-pikuk kehidupan yang telah kita lalui sampai titik ini. Kita terlalu ego, mengabaikan kehendak pesan leluhur, atau kita yang terlalu egois mementingkan isu perut. Hingga lalai atas pesan leluhur yang telah mendahului kita.
Kehidupan serba moderen. Nampak membuat kita lupa, bagaimana merawat semesta beserta isinya. Jika dahulu, mengambil hasil bumi untuk secukupnya menjadi perihal identitas moral keseharian kita, kini beruba. Kebutuhan tak lagi menjadi perihal identitas seharian namun menjadi nilai ekonomis yang harus di penjual belikan.
Waktu terus berjalan, tanpa sedikitpun terhenti untuk kembali ke masa lalu. Kemajuan teknologi semakin maju, alat kosmetik semakin di pembaharui, gedung-gedung mewah terpampang megah disetiap sudut kota, pakaian manusianya pun semakin moderen mengikuti tuntutan jaman yang semakin edan. Tempat persinggahan disulap menjadi moderen, hingga orang tak lagi nyaman, menghabiskan waktu diteras rumahnya untuk mencicipi aroma kopi khas buatan sang kekasih.
Kita memang sedang beranjak menuju satu titik yang paling nyaman dalam kehidupan. Tak heran jika, sugesti menjadi mapan nyaris menyelimuti hampir semua generasi kita saat ini tanpa memandang usia kedewasaan.
Namun dari sekian banyak pengharapan yang ada barangkali kita lupa bahwa disetiap kemajuan yang kita rasakan hari ini tidak ada yang beranjak ikut merasakan kehendak itu. Masi banyak diantara kita yang tak bisa menikmatinya.
Orang sering berucap” akan ada pelangi disetiap akhir tetesan hujan yang mewarnai semesta, seperti halnya senja yang nampak di sore hari menjelang malam akan selalu indah di pandang mata. Kita lupa dibalik keindahan itu ada kesedihan langit yang merindukan bumi yang menjelma menjadi hujan. Kita lupa sebelum senja membisikkan keindahan dimata manusia, teriknya begitu panas.
Barangkali kita perlu merenung sebelum saatnya tiba. Merubah kebahagiaan menjadi deraian air mata, sebab kita telah lalai menjaga pesan leluhur untuk menjaga semesta beserta isinya sebab Tuhan telah memberikan tanda-tandanya dampak keserakaan umat penciptanya.***
Komentar