Hanya Otsus Yang Mengubah Kebijakan Nasional

Ilustrasi

SOFIFI-PM.com, Pemerintahan Provinsi Maluku Utara sudah berusia 20 tahun, namun sejumlah persoalan yang tak kunjung diselesaikan hingga
perpengaruh pada kebijakan pembangunan yang masih sangat rendah. Persoalan
utama ada pada

pemimpin. “20 tahun pememerintah provinsi Malut. Saya tegaskan bahwa ada
banyak problem yang tak kunjung diselesaikan. Pertama problem leadership.

Problem ini menimbulkan hadirnya abnormalitas dalam pengelolaan
pemerintahan,” kata aktivis perjuangan Provinsi Malut, Hasby Yusuf, pada
wartawan Posko Malut kemarin.

Problem kedua yakni lambatnya percepatan pembangunan adalah lemahnya
ruang koordinasi antara gubernur dengan bupati/walikota, termasuk juga
miskoordinasi antar sektor/bidang/dinas.

Ini semua efeknya pada penumpukan masalah daerah yang tak bisa diurai
sehingga opsi kebijakan menjadi terbatas dan hilangnya senergisitas. Problem
ketiga, minimnya kolaborasi dan menguatnya kompetisi.

20 tahun berprovinsi kita terjebak pada semangat kompetisi perebutan kekuasan
dan lupa energi untuk berkolaborasi sebagai sesama anak daerah. “Poinnya kita
sia-siakan energi kemajuan dan menghabiskan waktu untuk bermusuhan,” bebernya.

Lebih parahnya lagi persoalan pada sumber daya alam. Kita gagal
mentransmisikan keunggulan SDA untuk kemakmuran rakyat. Yang terjadi justru
kita mengobral sumber daya alam untuk kepentingan kelompok kekuasaan. “Pemilik
kekuasan bebas membagi sumber daya mineral negeri ini dengan rakus dan
membiarkan rakyat terkapar miskin di atas tumpukan emas dan nikel,”ujarnya.

Akibatnya, kata Hasbi, persoalan kelima pemerintah tak memiliki kekuatan
untuk tampil membela kepentingan para petani kopra, nelayan dan pemilik lahan
di lokasi tambang. Rakyat seolah dibiarkan mengurus diri sendiri dan dikalahkan
oleh kekuataan kapitalis. “Kita kehilangan kendali atas negeri ini, rakyat yang
menuntut dianggap memberontak dan melawan investasi kolonial,”kesalnya.

Hasby mengaku pemerintah daerah gagal mengubah kekuatan sejarah menjadi
political power. Ini suatu kelemahan yang harus disadari bahwa sejarah besar
kita bisa ditrasmisikan menjadi bergaining power jika pemerintah daerah sadar
sejarah. “Padahal, jika kita mampu mengelola sejarah integrasi Papua dengan
baik maka kita jadi penentu arah kebijakan negara,” katanya.

Banyaknya problem tersebut, ia secara tegas menawarkan gagasan otonomi
khusus Maluku Utara sebagai bagian dari opsi baru menaikan posisi bergaining
kita. Bahkan kita tak akan mampu mengubah arah kebijakan nasional jika tak
punya modal politik yang kuat.

Untuk itu kata Hasby, gagasan Otonomi Khusus merupakan jalan baru
percepatan pembangunan sekaligus penegasan posisi etis bernegara. “Kembalikan
kedaulatan kita atas sumberdaya alam negeri ini. Negara harus menghargai kita
yang turut berjasa dalam integrasi nasional republik ini. Kita sudah saatnya
menuntut hak dan tak lagi membungkuk pada kepentingan pusat kekuasaan dan
investasi kolonial,” tegasnya. (iel/red)

Artikel ini sudah diterbitkan di SKH Posko Malut, edisi Senin, 21 Oktober 2019, dengan judul 'Hanya Otsus Mengubah Kebijakan Nasional'

Komentar

Loading...