SOFIFI-PM.com, Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diterima Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Malut atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Provinsi Malut tahun 2019, ternyata masih menyisahkan utang belanja mencapai Rp 105 miliar lebih. Hal ini dipertanyakan fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Malut.

Dalam ranperda laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2019 yang disampaikan Gubernur Abdul Gani Kasuba (AGK), terdapat Jumlah kewajiban Pemerintah Provinsi Maluku Utara per 31 Desember 2019 sebesar Rp 106,40 miliar lebih. Kewajiban yang dimiliki Pemerintah Provinsi Maluku Utara adalah kewajiban jangka pendek yang harus dibayar dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan yang terdiri dari, hutang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) sebesar Rp 624,13 juta lebih, utang bunga sebesar Rp 92,28 juta, pendapatan diterima dimuka sebesar Rp 11,54 Juta, utang belanja sebesar Rp 86.01 miliar lebih dan utang jangka pendek lainnya sebesar Rp 19,08 miliar lebih.

Juru Bicara Fraksi PDI-P Deprov Malut Feri Leasiwal menyampaikan, sangat mengapresiasi atas  opini WTP yang diraih Pemprov Malut dari BPK RI Perwakilan Malut atas LKPD Kalut ini Tahun 2019, maka pengelolaan keuangan dapat ditingkatkan lagi sehingga tahun depan dapat mempertahankan prestasi ini. ”Kami berharap dengan predikat opini WTP ini jangan merasa puas, namun pengelolaan harus lebih ditingkatkan lagi, sehingga tahun depan tetap dipertahankan,” harapnya.

Politisi PDI-P itu mengaku, utang belanja provinsi Malut sebagaimana tergambar dalam ranperda LPP APBD 2019 yang disampaikan Gubernur Malut pada kewajiban itu terdapat utang belanja sebesar Rp 86,01 miliar lebih dan utang jangka pendek Rp 19,08 miliar. ”Kami mempertanyakan kewajiban pemerintah daerah yakni utang belanja Rp 86 miliar lebih dan utang jangka pendek Rp 19 miliar ini, soalnya nilai utang masih cukup besar,” tegasnya.

Fraksi PDI-P juga pertanyakan realisasi pendapatan dengan belanja daerah dan transfer Tahun Anggaran 2019 menunjukkan angka Surplus sebesar Rp.30,67 miliar lebih atau minus 39,66 Persen dari yang dianggarkan sebesar minus Rp 77,54 miliar lebih. ”Kalau surplus berarti plus bukan main minus, sehingga kontradiksi, kalau keuangan daerah jika terdapat surplus karena gubernur efesien belanja, Alhamdulillah, maka dari itu kami pertanyakan angka surplus ini,” tegasnya. (iel/red)