WEDA-pm.com, Dalang di balik kerusakan lingkungan di Sagea, Halmaherah Tengah, Maluku Utara masih belum terungkap.
Publik semakin dibuat bingung dan geram atas pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Malutt, Fahrudin Tukuyoba beberapa waktu lalu, kembali mengundsng rekasi mahasiswa di Kota Ternate.
Belakangan, mencuat dugaan rapat teknis dan penilaian dokumen AMDAL milik PT Karunia Sagea Mineral (PT KSM) pada Senin 10 Juli 2023 lalu, oleh Camat Weda Utara, Kepala Desa, Ketua BPD Desa Sagea, Gemaf dan Kiya Halteng dan beberapa SKPD Provinis Maluku Utara punya hubungan dengan tragedi lingkungan di Sagea.
Rapat tim teknis penilaian dokumen AMDAL milik PT KSM yang melibatkan DLH, Disnaker, Dinas PUPR Provinsi Malut, Camat, Kepala Desa, Ketua BPD Desa Sagea, Gemaf dan Kiya itu kemudian dikritisi Direktur LSM Gele-gele, Husen Ismail.
Ketakutan Camat dalam pembahasan AMDAL soal kehadiran KSM yang bisa merusak tiga wisata itu benar-benar terjadi. Dan kini menjadi duka untuk salah satu objek wisata alam terbaik di Maluku Utara saat ini.
“Sampai sekarang belum ada kepastian soal apa yang menyebabkan perubahan warna air Gua Boki Maruru dan Sungai Sagea. Dan ketakutan camat dalam waktu pembahasan AMDAL soal kehadiran PT KSM yang bisa merusak tiga wisata itu kini benar-benar terjadi,” ucapnya.
Husen pun menilai keberadaan PT KSM juga tidak terlepas dari skenario pengalihan geopark Bokimaruru ke Geowisata oleh Penjabat Bupati Halteng (IMS). Bukan tanpa alasan, sebab jarak waktu pada 5 Juni 2023 Pj Bupati Halteng mengeluarkan surat keputusan terbaru terkait penetepan kawasan wisata (Geowisata) dan Pembahasan AMDAL milik PT KSM ini hanya selang 33 Hari.
“Hemat saya, ini adalah skenario. Karena perlu kita ketahui bersama bahwa status Geopark itu zona pengawasan sangat ketat guna perlindungan ekologi. Dengan status ini, pelaku usaha pertambangan tidak bebas melakukan aktivitas pertambangan,” bebernya.
Husen menambahkan, hendaknya dilihat secara objektif bahwa pengalihan geopark Bokimaruru ke Geowisata ini akan menjadi ajang tiga perusahaan yang bebas melakukan eksploitasi serta merusak hulu sungai yang berhubungan dengan Boki Maruru. Yakni PT Karunia Sagea Minerals, PT First Pasifik dan PT Halmahera Sukses Mineral.
“Perlu dipahami kalau pun ini hanyalah dugaan, seyogianya yang paling terkena dampak lingkungan dan kesehatan adalah masyarakat desa terdekat. Jadi semua pihak dapat mengedepankan penilaian objektif atas apa yang terjadi saat ini,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan